Jakarta, CNN Indonesia -- Bekas Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta yang menjadi terdakwa korupsi proyek pengadaan busway TransJakarta tahun 2012 dan 2013, Udar Pristono, didakwa menerima gratifikasi Rp 6,5 miliar. Gratifikasi tersebut, kata Jaksa Victor Antonius dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, diterima Udar sejak 2010 hingga 2014.
"Udar sebagai Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta antara tahun 2010 sampai dengan tahun 2014, telah beberapa kali menerima pemberian orang yang sudah tidak dapat diingatnya lagi," ujar Jaksa Victor saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (13/4).
Duit yang diterima Udar, kata Jaksa, disimpan dalam tabungannya di Bank Mandiri Cabang Cideng senilai Rp 4,64 miliar dan Bank BCA Cabang Cideng sebanyak Rp 1,87 miliar. Udar memerintahkan stafnya, Suwandi, untuk menyetor uang tunai pada kedua bank tersebut untuk ditabung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Merujuk berkas dakwaan, pada 2010 duit disetor selama bulan Agustus hingga Desember. "Jumlah tabungan Rp 423,5 juta," ujar Jaksa. Selanjutnya pada 2011, duit disetor dari Januari hingga Desember dengan total Rp 1,301 miliar.
Penyetoran duit tetap dilakukan pada 2012 sebanyak Rp 1,6 miliar sejak Januari hingga Desember. Setahun berikutnya, penyetoran masih rutin dilakukan hingga akhir tahun yang nilainya mencapai Rp 2,56 miliar.
Pada 2014, Udar tetap menerima duit sekitar Rp 594 juta yang ia setorkan pada dua rekening berbeda. "Terdakwa tidak pernah melaporkan penerimaan uang sebagai barang hasil gratifikasi," kata Jaksa.
Jumlah tersebut tak sesuai dengan profil Udar selaku Pegawai Negeri Sipil. Duit penghasilannya selaku pegawai negeri dan pengguna anggaran selama tahun 2010 sebesar Rp 75 juta. Pada 2011, Udar menerima gaji Rp 80,4 juta ditambah tunjangan kinerja daerah Rp 22,08 juta.
Tahun berikutnya, penghasilan Udar Rp 86,5 juta ditambah tunjangan senilai Rp 25,9 juta. Pada 2014, gaji yang dikantongi Udar dari pemerintah daerah Rp 90,3 juta ditambah tunjangan Rp 25,9 juta. Selanjutnya Udar menerima Rp 90,3 juta dan tunjangan Rp 25,9 juta selama 2014.
Menanggapi dakwaan tersebut, Udar geram dan membantah dalam sidang. "Mana buktinya? Kok tidak disebut dalam dakwaan saya menerima uang dari kontraktor? Disebut juga saya menerima uang dari orang-orang yang tidak diketahui siapa saja. Kalau gratifikasi itu harus jelas. 4W 1H –
who, what when, where, how. Mana? Di dakwaan tidak ada," kata Udar bertubi-tubi.
Udar mengatakan hartanya tak serta-merta didapat dari gaji pegawai negeri, sebab ia pun mendapat warisan dari kedua orangtuanya, usaha sewa apartemen, dan hasil menyewakan ruko di Pusat Grosir Cililitan (PGC), Jakarta Timur.
Atas tindakannya, Udar didakwa melanggar Pasal 12B ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
(agk)