Jakarta, CNN Indonesia -- Kuasa hukum bekas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik mengklaim penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap kliennya bernuansa politis lantaran kala itu yang bersangkutan akan dilantik sebagai anggota DPR periode 2014-2019.
"Penetapan tersangka terhadap diri pemohon (Jero) oleh termohon (KPK) sangat bernuansa politis karena bertepatan dengan momentum politik, yaitu berakhirnya masa jabatan pemohon sebagai Menteri ESDM pada 20 September 2014 dan pelantikan pemohon sebagai anggota DPR pada 1 Oktober 2014," ujar salah satu kuasa hukum Jero, Hinca Panjaitan saat membacakan materi permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (20/4).
Menurut Hinca, penetapan Jero sebagai tersangka oleh KPK terlalu terburu-buru, tanpa didahului bukti permulaan yang cukup.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bagaimana mungkin dalam waktu satu hari sejak diterbitkan Sprindik, termohon dapat mengumpulkan bukti yang cukup untuk menjadikan pemohon sebagai tersangka," ujar Hinca.
Hinca berpendapat, pengumpulan bukti oleh KPK justru dilakukan delapan hari setelah dikeluarkannya Sprindik dengan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi, salah satunya bekas Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Waryono Karno, pada 11 September 2014.
Seperti diketahui, KPK mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik 41/01/09/2014 tertanggal 2 September 2014.
Kemudian pada 3 September 2014, KPK melalui Abraham Samad dan Bambang Widjojanto selaku pimpinan KPK, mengadakan konferensi pers di kantor KPK dan mengumumkan Jero Wacik sebagai tersangka tindak korupsi di Kementerian ESDM.
Jero diduga melakukan pemerasan lewat kewenangannya sebagai Menteri ESDM dalam kurun waktu 2011-2012. Modus yang dilakukan adalah dengan memerintahkan anak buahnya untuk menambah dana operasional menteri (DOM).
Selain mengumpulkan dana dari rekanan proyek di Kementerian ESDM, salah satu cara yang diperintahkan untuk meningkatkan DOM tersebut adalah dengan menggelar banyak rapat fiktif.
Atas perbuatannya, Jero disangka melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 421 KUHPidana.
Seiring pengembangan kasus, KPK pun mendapati bahwa Jero juga pernah menyalahi kewenangan saat menjabat sebagai Menteri Kebudayaan dan Pariwisata era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Politisi Demokrat itu diduga telah melakukan tindak pidana korupsi yang memperkaya diri sendiri atau orang lain atau penyalahgunaan wewenang terkait anggaran di Kemenbudpar ketika dia menjabat sebagai Menteri.
Akibat perbuatannya tersebut, diduga negara mengalami kerugian hingga sekitar Rp 7 miliar. Jero kini disangka telah melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(meg)