FITRA: Potensi Mafia Dana Desa Cukup Tinggi

Yohannie Linggasari | CNN Indonesia
Jumat, 24 Apr 2015 13:51 WIB
Potensi itu dipicu oleh adanya kebijaka dana desa yang tidak 100 persen turun ke desa
Ilustrasi uang rupiah. (thickstock)
Jakarta, CNN Indonesia -- Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menilai, potensi adanya mafia dana desa cukup tinggi. Manager Advokasi dan Investigasi FITRA Apung Widadi menyebut potensi itu dipicu adanya kebijakan dana desa yang tidak 100 persen turun ke desa.

"Urutannya, dari pusat ke kabupaten. Lalu dari kabupaten diolah lagi dengan berbagai perumusan daerahnya. Biasanya oleh kabupaten digunakan untuk belanja pegawai dan sebagainya, akhirnya turun ke desa cuma sekitar 50-60 persen dari anggaran yang ada," kata Apung menjelaskan saat konferesi pers di TIM, Jumat (24/4).

Potensi permainan anggaran menjadi semakin tinggi dengan adanya unsur politis. Adanya tokoh politik yang bisa mengakses ke pimpinan kabupaten juga membuat permainan anggaran tersebut marak terjadi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Nanti bisa saja dia minta sekian uang untuk daerahnya. Dulu Kementerian Dalam Negeri bilang mau buat peraturan untuk mengantisipasi mafia anggaran ini. Namun sampai sekarang 'kan belum ada," katanya.

Bocornya anggaran desa tersebut diperkirakan dapat mencapai 30-40 persen dari Rp 20 triliun. Karenanya, diperlukan sistem kroscek antara daerah dengan pusat. "Artinya pengurus desa jangan hanya pasif menerima uang itu. Desa harus diberi kemampuan untuk kroscek sampai ke level pusat," kata Apung

FITRA juga menemukan ketimpangan alokasi dana desa. Besaran sana desa yang berbeda-beda di tiap kabupaten menunjukkan adanya kesenjangan alokasi antar daerah.

FITRA mencatat di Sidoarjo Jawa Timur desa menerima sekitar Rp 38 juta hingga Rp 403,6 juta. Namun, di Kuningan, Jawa Barat, besaran dana desa yang diterima di setiap desa sebesar Rp 51,6 juta hingga Rp 916,9 juta.

"Sementara, di Batang, Jawa Tengah, alokasinya sekitar Rp 35 juta hingga Rp 472 juta," kata Sekretaris Jenderal FITRA Yenny Sucipto.

Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa juga dinilai masih menuai masalah. "Selain penyalurannya yang belum merata, perhitungannya juga belum berkeadilan," kata Yenny.

Perhitungan yang didasarkan empat variabel yaitu jumlah penduduk, luas wilayah, angka kemiskinan, dan kesulitan geografis dinilai belum dapat menghasilkan alokasi yang berkeadilan.

Yenny juga menilai dana desa 2015 sebesar Rp 20,7 triliun belum sesuai dengan besaran konstitusi yaitu 10 persen dari total dana transfer daerah. "Seharusnya dana desa ditambah dana transfer daerah akan berjumlah 110 persen," kata Yenny.

Lebih lanjut, Yenny menjelaskan seharusnya alokasi dana desa sudah mencapai Rp 64,35 triliun jika melihat dana transfer daerah pada APBN P 2015 yang mencapai Rp 643,5 triliun. Dengan dana tersebut, dari 72.944 desa di Indonesia, maka rata-rata per desa akan mendapatkan alokasi sebesar Rp 882,2 juta.

"Jika ditambah ADD dengan perhitungan 10 persen dari DAU ditambah DBH yaitu Rp 465,3 triliun, maka akan mendapatkan tambahan lagi Rp 46,5 juta. Sehingga setiap desa akan mendapatkan alokasi mencapai Rp 1,52 miliar," ujar Yenny. Namun, saat ini desa hanya mendapatkan sekitar 30 persen dari total dana desa sesuai amanat konstitusi. (hel)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER