Jakarta, CNN Indonesia -- Keluarga terpidana mati kasus narkoba asal Brazil Rodrigo Gularte meminta Pemerintah Indonesia untuk segera menghentikan penerapan eksekusi mati dalam penegakan hukum.
Menurut sepupu Gularte, Angelita Muxfeldt, penerapan eksekusi mati menimbulkan sakit dan siksaan yang begitu dalam bagi sang terpidana, maupun keluarga yang ditinggalkan.
"
Don't continue these things. Please stop execution, this is not humane suffering, this is torture for us. Stop all the execution please!" ujar Angelita ketika ditemui di Rumah Sakit St Carolus, Jakarta Pusat, Rabu (29/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Angelita tak bisa menutupi rasa kecewa atas pelaksanaan eksekusi pada Gularte dini hari tadi. Sampai saat ini ia masih tak percaya bahwa sepupunya itu ini sudah meninggal dunia saat ini.
"
He was so kind and this is unbelievable to look only his body this day," kata Angelita sesaat setelah tiba di rumah sakit.
(Lihat fokus: Setelah Bedil Menyalak)
Gularte merupakan salah satu terpidana dari delapan terpidana yang dieksekusi dini hari tadi di Pulau Nusakambangan, Cilacap. Ia ditangkap petugas Bea Cukai Bandara Soekarno Hatta pada Juli 2004 silam.
Saat ditangkap, Gularte terbukti menyelundupkan 6 kilogram heroin dalam papan selancar yang dibawanya. Ia divonis mati Pengadilan Negeri Tangerang pada Februari 2005. Grasi dan Peninjauan Kembalinya ditolak. Meski disebut dokter menderita depresi dan gangguan kejiwaan biopolar, namun dirinya tetap dieksekusi kejaksaan pukul 00.35 dini hari tadi.
Saat ini, jenazah Gularte telah berada di ruang duka RS St Carolus, Jakarta Pusat, sebelum diterbangkan ke negara asalnya pada Kamis (30/4) esok. Direncanakan sebuah misa juga akan digelar pada malam nanti untuk melepas kepergian Gularte dan terpidana mati lainnya.
(Baca juga: Jenazah Gularte Diformalin Dua Kali agar Awet Sampai Brasil) (sur)