Jakarta, CNN Indonesia -- Kuasa hukum penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan, Muji Kartika Rahayu, menilai penahanan kliennya sebagai bentuk patahnya komando dalam satuan Korps Bhayangkara.
"Sekarang yang harus tanggung jawab adalah Kapolri. Bagaimana Kapolri tetap satu komando dengan Wakapolri dan Kabareskim. Ini ada garis komando yang patah," kata Muji di Gedung KPK, Jakarta, Jumat petang (1/5).
Novel ditahan penyidik Polri usai menjalani pemeriksaan sejak Jumat dini hari sekitar pukul 01.00 WIB. Novel digiring ke Markas Komando Brimob Polri Kelapa Dua, Jumat siang, kemudian diterbangkan ke Bengkulu menggunakan pesawat khusus melalui Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, untuk rekonstruksi kasus. (Baca:
Kronologi Kasus Pidana Novel Baswedan)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hingga tadi malam belum ada pengacara yang menemani sepupu Mendikbud Anies Baswedan itu di Bengkulu karena ia menolak pengacara yang diberikan Polri. Rekonstruksi perkara Novel direncanakan berjalan pukul 19.00 WIB, namun ditunda menjadi hari ini, Sabtu (2/4). (Baca:
Kuasa Hukum Tak Tahu Novel Diterbangkan ke Bengkulu)
Muji selaku kuasa hukum Novel berang bukan main kepada Polri. "Kalau Jokowi bilang Novel jangan ditahan dan Kapolri bilang tidak ditahan, itu bohong. Novel ada surat penahanan dan dia menolak menandatangani Berita Acara Penahanan tapi polisi menahan Novel dan tidak mengikuti perintah Jokowi," kata Muji. (Baca:
Jokowi Perintahkan Kapolri Tak Menahan Novel Baswedan)
Lebih lanjut, Muji menuding pengusutan kasus Novel oleh Kepolisian tak berlandaskan hukum. "Motifnya bukan penegakan hukum. Ini motif nonhukum. Tidak bisa kita ngomong kasus Novel untuk tidak dikaitkan dengan orang Mabes Polri yang diperiksa Novel," kata dia.
Simak FOKUS:
Penyidik KPK Ditangkap PolisiNovel dijadikan tersangka pada 1 Oktober 2012 oleh Polres Bengkulu pasca ia memimpin penggeledahan Gedung Korps Lalu Lintas Polri yang diikuti penerbitan surat panggilan terhadap terdakwa pencucian uang sekaligus korupsi simulator SIM, Irjen Djoko Susilo. Saat itu Djoko menjabat sebagai Kepala Korps Lalu Lintas Mabes Polri.
Polres Bengkulu menduga Novel telah menganiaya seorang pencuri sarang burung walet hingga tewas pada 2004, saat ia menjabat Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bengkulu. Namun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemudian memerintahkan Kapolri Jenderal Timur Pradopo untuk menghentikan kasus tersebut demi meredakan ketegangan antara Polri dan KPK. Meski begitu, kasus Novel tak pernah benar-benar ditutup Polri.
(obs/agk)