Penentuan Nasib Terpidana Mati Serge Masih Butuh Waktu

Rinaldy Sofwan | CNN Indonesia
Kamis, 07 Mei 2015 15:04 WIB
Penentuan waktu eksekusi mati terhadap Serge Areski Atlaoui menjadi lebih mudah diprediksi dengan dimulainya sidang perlawanan.
Terpidana mati kasus narkoba asal Perancis, Serge Areski Atlaoui, saat dikawal ketat aparat Brimob bersenjata laras panjang. REUTERS/Beawiharta
Jakarta, CNN Indonesia -- Terpidana mati asal Perancis Serge Areski Atlaoui menjalani sidang perlawanan atas penolakan Pengadilan Tata Usaha Negara terkait gugatannya terhadap putusan grasi Presiden Joko Widodo. Namun, persidangan hari ini tidak berarti nasib peracik ekstasi itu akan segera ditentukan.

Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Tony Spontana, sidang hari ini adalah sidang pertama yang bisa berlanjut ke persidangan-persidangan selanjutnya. "Hari ini ada sidang pertama, kemudian nanti akan ada sidang kedua, ketiga, sampai vonis," ujarnya saat ditemui di kantornya, Jakarta, Kamis (7/5).

Namun, penentuan waktu eksekusi mati terhadap Atlaoui, dengan demikian, menjadi lebih mudah diprediksi. Menurut Tony, ketika majelis hakim sudah memutuskan, pihak eksekutor akan menentukan jadwal eksekusi selanjutnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain Atlaoui, terpidana mati asal Filipina Mary Jane Fiesta Veloso juga tidak jadi dieksekusi pada akhir bulan lalu. Meskipun demikian, belum dapat dipastkan apakah keduanya akan dieksekusi secara bersamaan atau diikutsertakan ke dalam eksekusi tahap berikutnya.

"Sampai hari ini belum ditetapkan (apakah akan dieksekusi bersamaan). Kami menunggu sampai selesai proses hukum yang sedang berjalan ini," kata Tony.

Sebelumnya Kejaksaan Agung terpaksa menunda eksekusi terhadap Atlaoui karena sang terpidana mengajukan upaya hukum pada saat-saat terakhir.

Pemerintah Perancis pun gencar melakukan upaya diplomasi untuk menunda eksekusi mati tersebut. Namun, Jaksa Agung HM Prasetyo telah menegaskan penundaan eksekusi terhadap Atlaoui dilakukan semata karena menghargai proses hukum yang berjalan.
(Baca: Jaksa Agung Sebut Perancis Gencar Melobi Terkait Eksekusi)

Atlaoui divonis hukuman mati karena terbukti menjadi peracik ekstasi di pabrik ekstasi terbesar di Asia dan nomor tiga dunia di Serang, Banten. Total ada sembilan orang dalam kasus itu yang dipidana mati.

Mereka adalah Benny Sudrajat dan Iming Santoso asal Indonesia, Zhang Manquan, Chen Hongxin, Jian Yuxin, Gan Chunyi, dan Zhu Xuxiong asal Tiongkok, Nicholas Garnick Josephus Gerardus asal Belanda, dan Atlaoui.

Atlaoui tercatat sebagai warga negara Perancis dengan pekerjaan sebagai tukang las, beralamat di Prinses Margriehan 16 1934 El Egmond/Hoef Holland. Saat gugatan PTUN ini diajukan, dia mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Pasir Putih Super Maksimum Security (SMS), Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. (obs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER