Jakarta, CNN Indonesia -- Kejaksaan Agung menyatakan optimistis terhadap kerja sama pemerintah Filipina terkait pemeriksaan terpidana mati kasus narkoba Mary Jane Fiesta Veloso. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Tony Spontana meyakini lambatnya respons Filipina soal proses penyelidikan Veloso bukan bentuk upaya mengulur waktu.
"Kami berpikir positif. Mereka menghormati kedaulatan hukum kita, dan kita juga menghormati proses hukum yang sedang berjalan di Filipina," kata Tony di Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (7/5).
Hingga saat ini, pemerintah Filipina belum juga membalas surat terkait pemberian kesaksian sang terpidana mati. Sebagai dampaknya, pemeriksaan pun terpaksa ditunda hingga waktu yang belum ditentukan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami akan menunggu surat itu, mudah-mudahan dalam satu, dua hari ini akan kami peroleh," ujar Tony.
Keyakinan Kejaksaan terhadap pemerintah Filipina, menurut Tony, berdasarkan pada surat pertama yang dikirimkan Menteri Kehakiman Filipina sebelum hari pelaksanaan eksekusi, akhir Maret. "Mereka (Kementerian Kehakiman) tentu tidak akan mengingkari surat yang kita hormati sehingga menunda eksekusi mati kemarin."
Eksekusi terhadap Veloso diputuskan untuk ditunda pada menit-menit akhir karena pemerintah Filipina meminta Presiden Joko Widodo untuk memberikan kesempatan bagi sang terpidana menjalani pemeriksaan terkait kasus perdagangan manusia. Presiden kemudian memerintahkan penundaan kepada Jaksa Agung HM Prasetyo hanya beberapa saat sebelum eksekusi terhadap Veloso dilakukan.
Kasus perdagangan manusia itu dibuka setelah Maria Kristina Sergio menyerahkan diri kepada Kepolisian Filipina. Dia mengaku telah merekrut Veloso dan menjadikannya korban tindak kejahatan yang dia lakukan.
Untuk menindaklanjuti permintaan ini, Kejaksaan telah mengirimkan surat kepada otoritas Filipina, menawarkan opsi-opsi untuk melakukan pemeriksaan secara jarak jauh. Opsi tersebut di antaranya adalah pemberian kesaksian melalui video conference dan keterangan tertulis.
(obs)