Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan pemerintah terus berusaha membela para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang terancam hukuman mati, termasuk Cicih. Cicih merupakan salah satu TKI asal Jawa Barat yang saat ini terancam mengakhiri hidupnya dengan dipancung di Arab Saudi
"Seperti kita minta negara lain hormati hukum dinegara kita, kita juga harus hormati hukum negara lain, tapi kita juga tetap membela," kata JK dalam konferensi pers di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jum'at (8/5).
JK mengatakan bahwa wewenang pembelaan telah diinstruksikan di Kementerian Luar Negeri. Tentu segala sesuatu berkaitan dengan pembelaan itu harus disesuaikan dengan prosedur hukum di negara yang terkait.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Diwawancara secara terpisah, Kepala BNP2TKI Nusron Wahid mengatakan bahwa saat ini pembelaan terhadap hukuman TKI paling sulit ialah membela TKI yang terlibat dalam kasus pembunuhan. Alasannya karena pembunuhan mampu menghilangkan nyawa seseorang.
"Terutama di Timur Tengah, mereka ada hukum Qisas itu," kata Nusron saat ditemui di Kantor Wakil Presiden, Kamis (30/4).
Melihat fenomenan ancaman hukuman mati pada TKI, JK berjanji akan segera mempercepat pemberhentian penyaluran TKI khususnya pekerja domestik ke negara Timur Tengah.
JK menilai, bahwa tenaga kerja sebagai perawat, mekanik, atau insinyur lebih baik dibandingkan dengan pengiriman jasa TKI yang umumnya pekerja rumah tangga (PRT).
Selain itu, menimbang Indonesia masuk menjadi salah satu negara dari tiga negara yang masih mengekspor jasa PRT.
Untuk diketahui, Cicih didakwa terlibat kasus pembunuhan anak majikannya saat dia bekerja sebagai TKI di Uni Emirat Arab. Hingga saat ini, Cicih telah menjalani dua kali sidang dengan tuntutan yang sama, yaitu hukuman pancung. Cicih terancam dicabut nyawanya oleh algojo karena majikannya memutuskan untuk menyelesaikan kasus ini dengan jalur hukum.
Berdasarkan data BNP2TKI hingga kini terdapat 228 TKI terancam hukuman mati dengan berbagai macam latar belakang penyebabnya. Hal tersebut membuat pemerintah perlu menyeleksi TKI yang harus diprioritaskan penyelesaian proses hukumnya.
(hel)