Jakarta, CNN Indonesia -- Kemitraan antara Komisi Pemberantasan Korupsi dan Tentara Nasional Indonesia terentang jauh mulai 2005. Sejak tahun itu, TNI memberi bantuan baik sumber daya manusia maupun fasilitas kepada KPK.
“Fasilitas contohnya Rumah Tahanan Guntur. Kalau sumber daya manusia misalnya ya Kepala Bagian Keamanan Pak Abdul Jalil dari TNI Angkatan Laut," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (8/5).
Kolonel Abdul Jalil mengundurkan diri lebih dulu dari institusinya sebelum bergabung dengan KPK. (Baca
Syarat Prajurit Gabung ke KPK: Mundur dari TNI)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rumah Tahanan Guntur merupakan fasilitas milik Komando Daerah Militer Jaya. Mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri Irjen Djoko Susilo menjadi salah satu terdakwa kasus korupsi yang ditahan di sana.
KPK menggunakan Rutan Guntur berdasarkan nota kesepahaman pinjam pakai tanah dan bangunan milik TNI yang ditandatangani 13 September 2012. Bangunan peninggalan Belanda yang berdiri pada 1937 dan berada di Markas Polisi Militer itu dipinjam KPK karena lokasinya relatif dekat dengan kantor KPK, masih sama-sama di Jakarta Selatan.
Dahulu, Rutan Guntur menjadi tempat untuk menaruh tahanan militer yang sedang disidik. Di masa Belanda, bangunan itu merupakan sekolah perawat. Baru dialihfungsikan sebagai markas Pomdam Jaya pada 1949 atau empat tahun setelah Indonesia merdeka.
Pada era Orde Baru, Rutan Guntur yang masuk bangunan cagar budaya itu juga digunakan untuk tahanan politik. Itu sebabnya orang kerap merinding ketika mendengar kata ‘Rutan Guntur.’
Simak FOKUS:
KPK Rekrut Perwira TNIKPK menghabiskan sekitar Rp 14 juta untuk merenovasi Rutan Guntur sebelum digunakan sebagai tahanan bagi koruptor.
Sejak awal KPK telah memandang TNI sebagai mitra strategis. Pada sebuah kesempatan, Ketua KPK Abraham Samad yang kini nonaktif menyatakan Rutan Guntur merupakan contoh kerjasama konkret antara KPK dan TNI.
Baca juga
TNI: Kami Punya Orang untuk Semua Posisi di KPK (agk)