Jakarta, CNN Indonesia -- Kucuran dana desa yang bakal dikeluarkan oleh pemerintah dalam waktu dekat ini menuai beragam tanggapan. Bahkan Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih cemas kalau program ini akan dicabut begitu saja karena dianggap gagal.
"Untuk menyambut uang besar ini desa harus bikin RPJM, rencana desa, anggaran desa. Yang katanya gampang bikinnya. Akan sangat bahaya kalau yang penting ada dulu. Ini sangat mengerikan," ujar Henry dalam acara Seminar Masalah Kawasan Perdesaan di Hotel Grand Cemara, Jakarta, Selasa (12/5).
"Tantangannya ini tahun pertama, kalau gagal bisa dicabut lagi," kata Henry melanjutkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ditemui secara terpisah, Direktur Pengembangan Kebijakan Samdhana Institute Martua Sirait mengatakan dana ini dapat digunakan oleh desa untuk lebih mensejahterakan penduduknya dengan terlebih dahulu mengidentifikasi aset desa.
"Mengidentifikasi aset desanya apa saja. Bisa tanah atau pertanian. Kemudian membangun rencana aset, ini mau diapain, mau dikelola bagaimana. Mana dikelola rumah tangga masing-masing, mana dikelola desa," kata Martua menjelaskan.
Menurut Martua, hal tersebut bisa dilakukan dengan membangun Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) atau meredustribusi aset keluarga yang tidak punya lahan. Desa pun bisa membatasi penguasaan lahan oleh kalangan tertentu.
"Membatasi penguasaan tanah oleh segelintir orang karena banyak sekali yang dikuasai segelintir orang saja, baik orang kota apa desa," kata Martua.
Akibatnya, banyak warga yang bekerja sebagai buruh dengan menggarap lahan orang-orang yang memiliki tanah. Kemudian terjadi ketimpangan pendapatan antara si empunya tanah dan buruh.
"Di desa kalau buruh mengerjakan tanah orang lalu bagi hasil. Biasanya setengah pemilik tanah. Setengah pekerja. Kalau petani diberikan akses tanah, dia bisa dapat dua kali lipat," ungkap Martua.
Untuk itu, Martua menganjurkan bagi desa yang memiliki permasalahan penguasaan lahan agar menggunakan dana desa untuk membelinya kembali demi kepentingan masyarakat. "Desa kan sekarang punya banyak uang. Lobi, beli kembali. Kalau tanah tidak legal tarik,”katanya.
Nantinya, lanjut dia, desa bisa memberikan lahan itu untuk digarap masyarakatnya atau bisa juga dengan meminjamkan tanah itu pada para petani. Yang terpenting tujuannya tetap menyejahterakan masyarakat.
"Hasilnya saja untuk desa. Tiga perempat untuk petani. Supaya desa punya pendapatan rutin juga. Jangan lagi jadi tuan tanah baru," ujar Martua.