Jakarta, CNN Indonesia -- Bekas Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Hadi Poernomo mengklaim penetapan tersangka dirinya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak dilakukan melalui prosedur yang benar. Ada beberapa alasan yang menjadi dasar ketidaksahan penetapan tersangka, menurut Hadi.
Pertama, Hadi mengatakan KPK telah menetapkan dirinya sebagai tersangka di tahap penyelidikan berdasarkan surat permintaan keterangan. Di dalam surat tertulis “Untuk klarifikasi/dengan keterangannya dalam dugaan terjadinya tindak pidana korupsi berupa perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang dalam menerima keberatan wajib pajak atas SKPN Pph badan PT BCA Tbk yang dilakukan oleh saudara HP selaku Dirjen Pajak”.
Hadi meyakini penyebutan inisial serta jabatan di dalam surat permintaan keterangan tersebut tidak lain merujuk kepada dirinya. Menurut Hadi, tindakan KPK ini bertentangan dengan Pasal 1 angka 5 dan Pasal 5 Ayat 1 KUHAP tentang Kewenangan Penyelidikan dan Penyelidik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penyelidik karena kewajibannya mempunyai wewenang mencari keterangan dan barang bukti. Tidak ada kewenangan menetapkan tersangka," ujar Hadi saat membacakan materi permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (18/5). (Baca juga:
Hadi Poernomo Hadapi Praperadilan Tanpa Didampingi Pengacara)
Kedua, Hadi mengungkapkan proses penyidikan yang dilakukan lembaga antirasuah tidak sesuai antara Standar Operasi dan Prosedur (SOP) Penyidikan KPK Nomor 01/23/2008 dan ketentuan KUHAP. Menurut Hadi, prosedur yang dilakukan KPK terbalik jika dibandingkan dengan ketentuan KUHAP terkait penetapan tersangka.
Menurut Pasal 1 angka 2 KUHAP, proses penyidikan diawali dengan mencari dan mengumpulkan bukti yang berdasarkan SOP dilakukan dengan pemeriksaan atas saksi. Kemudian bukti-bukti menjadikan terang tindak pidana melalui pemeriksaan atas ahli.
Setelah itu, guna menemukan tersangka tindak pidananya, penyidik melakukan pemeriksaan barang bukti yang dilanjutkan dengan pemeriksaan calon tersangka. Baru kemudian melakukan penetapan tersangka.
"Namun fakta hukum yang terjadi adalah termohon (KPK) melakukan urutan kegiatan penyidikan secara terbalik yakni menetapkan tersangka dahulu pada 21 April 2014, kemudian memeriksa para saksi, dilanjutkan ahli dan barang bukti, dan baru memeriksa tersangka pertama kali pada 23 April 2015," ujar Hadi.
Atas alasan tersebut, Hadi mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sebelumnya, Hadi sempat mengajukan praperadilan pada April lalu, namun kemudian dicabut tanpa alasan yang jelas.
Seperti diberitakan sebelumnya, Hadi Poernomo ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 21 April 2014 atas dugaan penyalahgunaan wewenang dalam penerimaan permohonan keberatan wajib pajak PT Bank Central Asia Tbk Tahun 1999 sehingga menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 375 miliar dan menguntungkan pihak lain. Hadi disangka melanggar pasal 2 ayat 1 dan/atau pasal 3 UU No 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun. (Baca juga:
Kasus Korupsi Pajak BCA, Hadi Poernomo Enggan Komentar)
(hel)