Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan Komisaris Besar Wahyuhadiningrat menyatakan pihaknya tidak memerlukan banyak saksi untuk membuktikan tindak pidana yang diduga melibatkan artis-artis kelas atas.
"Mucikari itu pasal yang tidak ada korban. Harus paham dulu itu sehingga kita tidak perlu banyak saksi untuk ini," kata Wahyu saat ditemui di Markas Besar Polri, Jakarta, Selasa (19/5).
Untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka, dibutuhkan setidaknya tiga alat bukti yang mendukung. Berdasarkan pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. (Baca juga:
Cegah Pelacuran, Pemprov DKI Bentuk RT dan RW di Apartemen)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait hal ini, Wahyu menjelaskan, kesaksian satu orang nilainya sama dengan kesaksian banyak orang sekalipun. Karena itu, kesaksian satu orang pun sudah memenuhi salah satu unsur untuk menetapkan tersangka, yakni alat bukti keterangan saksi.
Saat ini, menurut Wahyu, penyidik masih terus mendalami kasus untuk melengkapi berkas perkara RA. (Baca juga:
Polisi Mulai Telusuri Gratifikasi Seks Artis ke Pejabat)
Sebelumnya, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Inspektur Jenderal Anton Charliyan sempat menyinggung ada dugaan gratifikasi seks dari jaringan prostitusi ini yang ditujukan kepada pejabat-pejabat.
Ketika ditanyai soal ini, Wahyu belum berani memastikan. "Kami polisi tidak berani menduga," ujarnya.
Untuk mendalami kemungkinan itu, perlu ditemukan satu celah yang memungkinkan pengusutan lebih jauh. Celah itu, sejauh ini belum ditemukan oleh penyidik.
"Tapi jangankan gratifikasi, dugaan yang lain pun pasti dicari. Tapi kami melengkapi berkas dulu," kata Wahyu. (Baca juga:
Luna Maya Nasehati Media agar Adil Berberita)Sebelumnya, pada Jumat (8/5), Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan menangkap seorang mucikari berinisial RA dan perempuan yang dia jual berinisial AA.
Penyidik menerapkan dua pasal pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana untuk menjerat RA dalam perkara esek-esek ini, yaitu pasal 296 dan pasal 506.
Pasal 296 KUHP mengancam setiap orang yang dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul bersama orang lain dengan pidana penjara paling lama 16 bulan. Sementara itu, pasal 506 KUHP mengancam setiap orang yang mengambil untung dari pelacuran perempuan dengan pidana penjara selama tiga bulan. (Baca juga:
Soal Prostitusi Online, Lulung: Itu Artis-artisan)Sementara itu, penyidik memutuskan untuk melepas AA, perempuan yang disebut Kepolisian sebagai seorang artis yang kerap menghiasi layar kaca Indonesia.
Terkait hal ini, Wahyu mengatakan, AA sudah tidak perlu diberikan pembinaan sehingga tidak dimasukan ke dalam panti sosial. "Yang dimasukkan ke panti sosial itu kan yang mangkal di pinggir jalan dan tidak punya keterampilan."
(pit)