Jakarta, CNN Indonesia -- Pengacara Bos Sentul City sekaligus terdakwa suap ruislag hutan Bogor Kwee Cahyadi Kumala alias Swie Teng, Samsul Huda, menyangkal tudingan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal modus penyamaran duit suap.
Menurut tim pengacara, duit suap tak disamarkan melalui modus Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tanah.
"Jaksa penuntut umum sama sekali tidak mempunyai dasar hukum yang menyatakan bahwa terdakwa (Swie Teng) telah memerintahkan Tantawi Jauhari Nasution (pengacara Sentul City) untuk menyuruh Jo Shien Ni alias Nini menandatangani perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) tanah antara PT Brilliant Perdana Sakti (PT BPS) dan PT Multihouse Indonesia (PT MI) sebesar Rp 4 miliar," kata tim pengacara Samsul Huda, saat membacakan nota pembelaan di ruang sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (20/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, seluruh saksi yang terkait persoalan PPJB tanah antara lain yakni Nini, Dandy, Suwito, Yohanes Koriko, Tina Sugiro, dan Tantawi Jauhari Nasution, tak menyebut adanya perintah Swie Teng untuk melangsungkan perjanjian tersebut.
"Tidak ada perintah terdakwa melalui Tantawi kepada Nini untuk menandatangani PPJB tanah. PPJB tidak pernah ada bahkan dalam bentuk draf sekalipun," katanya.
Kuasa hukum berkeras, Nini yang merupakan istri perantara suap Yohan Yap, tak terlibat dalam jual beli antar dua perusahaan tersebut.
"PPJB tidak pernah jadi bukti dalam penyidikan maupun bukti persidangan di Yohan Yap. Sehingga terlalu mengada-ada dia jadikan sebagai dakwaan dan masih dipakai dalam surat tuntutan," ujarnya.
Sementara itu, pada sidang pemeriksaan saksi, Nini sebagai Direktur PT Multihouse Indonesia mengaku ada modus perjanjian transaksi jual beli tanah antara perusahaannya dengan PT Brilliant Perdana Sakti (BPS) senilai Rp 4 miliar.
Namun, transaksi tersebut sebenarnya tidak pernah terjadi lantaran duit diduga merupakan duit suap PT Bukit Jonggol Asri (BJA) untuk bekas Bupati Bogor Rachmat Yasin. Duit terkait tukar-menukar kawasan hutan.
Nini menuturkan, mulanya ia tak tahu-menahu ihwal transaksi tersebut hingga Tantawi Jauhari yang merupakan pengacara Swie Teng memberitahunya. Saat itu, Nie bertemu dengan Tantawi dan Direktur "abal-abal" PT BPS Suwito di Lantai 6 Ruang Karaoke Nomor 601 Hotel Golden, Jakarta.
"Waktu ke Golden, saya disuruh tunggu lewat telepon. Lalu saya masuk ke ruangan dan ada orang-orang. Pak Tantawi bahas perjanjian transaksi jual beli, di situ saya baru tahu soal Rp 4 miliar," kata Nie di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (15/4).
Pertemuan terjadi tak berselang lama setelah suami Nini, Yohan Yap, ditangkap tangan lembaga antirasuah karena kedapatan memberikan duit suap panas kepada Rachmat Yasin melalui Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, HM Zairin.
Merujuk berkas dakwaan dan tuntutan, Tantawi disebut menyuruh Nie menyepakati pembuatan perjanjian jual beli tanah antara PT BPS dan PT Multihouse Indonesia sebesar Rp 4 miliar.
Adik Nini sekaligus Bagian Pemasaran PT Multihouse Indonesia, Dandi, mengaku mengurus duit setoran Rp 4 miliar ke rekening perusahaanya.
"Yohan Yap adalah kakak ipar saya. Yohan bilang ada uang masuk tanggal 5 Februari. Siang, saya cek by BCA phone, ada Rp 4 miliar. Yang transfer PT Brilian Perdana Sakti," ujar Dandi saat bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (18/3). Duit tersebut disetor ke rekening BCA selama dua tahap.
Setelah ditransfer, Yohan menyuruh Dandi untuk menyerahkannya pada Heru Tanda Putra, karyawan PT Bukit Jonggol Asri (BJA). Sementara sisanya, ia minta untuk ditarik tunai.
Setelah itu, Dandi sempat diajak bertemu oleh Yohan di Hotel Golden Boutique. Dalam pertemuan tersebut, Yohan melobinya agar seolah-olah ada jual beli tanah antara PT MI dan PT BPS.
Perjanjian tersebut, menurut jaksa, digunakan Swie Teng melalui Yohan Yap sebagai modus untuk menutupi bukti aliran duit suap. PT BPS melakukan kongkalikong dengan PT MI yang dipimpin oleh istri Yohan Yap. Faktanya, duit digunakan untuk memuluskan tukar-menukar kawasan hutan milik PT BJA seluas 2.754 hektare di kawasan Bogor.
Atas suap tersebut, Swie Teng didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001.
(meg)