Dua Taktik Retno Hancurkan Kekerasan dan Pemerasan di SMAN 3

Megiza | CNN Indonesia
Senin, 25 Mei 2015 11:13 WIB
Sekolah unggulan di Setiabudi, Jakarta, itu dikenal dihuni banyak murid kaya dengan orang tua para pengacara kondang. Guru-guru bahkan tertekan menangani murid.
Mantan Kepala Sekolah SMAN 3, Retno Listyarti, berbincang dengan murid-murid SMAN 3 setelah menyelesaikan dokumen-dokumen terakhirnya sebagai Kepala Sekolah, Kamis (21/5). (CNN Indonesia/Megiza)
Jakarta, CNN Indonesia -- Lebih dari 15 tahun berkutat dengan dunia pendidikan sebagai pengajar membuat Retno Listyarti merasa tertantang untuk menanggulangi permasalahan di lingkungan sekolah. Salah satunya masalah yang ia hadapi saat menjabat sebagai Kepala Sekolah SMAN 3 Jakarta selama sekitar lima bulan.

Retno bercerita, murid-murid SMAN 3 yang berada di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan itu sudah mengalami kekacauan sejak duduk di kursi kelas X. Bullying dalam bentuk kekerasan ataupun pemerasan finansial yang dialami siswa baru, disebut Retno membuat murid-murid tak lagi memikirkan pendidikan. (Baca: Cerita Retno soal Tradisi Bullying Finansial di SMAN 3)

“Anak-anak ini begitu masuk sekolah sudah berantakan karena tidak lagi memikirkan pendidikan. Bullying itu berbahaya, baik kekerasan ataupun finansial. Perkembangan anak dan jiwa anak bisa bertahun-tahun mengalami sakit,” ujar Retno saat ditemui CNN Indonesia di SMAN 13, Jakarta Utara, Kamis (21/5). SMAN 13 merupakan sekolah tempat Retno kini mengajar setelah dicopot sebagai Kepala Sekolah SMAN 3. (Baca: Tolak Surat Kepala Dinas Jadi Awal Pertaruhan Retno di SMAN 3)

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Retno mengatakan murid kelas X selalu menjadi korban dan murid kelas XII bagaikan raja. Sementara murid kelas XI mengalami masa gamang apakah akan melanjutkan tradisi kekerasan yang pernah mereka rasakan atau tidak.

“Karena begitu kelas X jadi korban, di kelas XI dan XII kan dia jadi raja. Semakin didiamkan oleh sistem sekolah, yang mencoba melakukan kekerasan akhirnya merasa aman dan kian meningkatkan aksinya. Yang semula enggak mau mencoba, malah jadi meniru dan didiamkan. Akhirnya kekerasan di sekolah itu meningkat,” kata Retno.

Dengan situasi seperti itu, Retno bersama guru-guru lainnya akhirnya sepakat untuk melakukan pembenahan. Dua program diajukan Retno untuk diterapkan di lingkungan SMAN 3, yakni program parenting dan program body movement.

Program body movement adalah salah satu cara terapi yang dilakukan siswa dengan tujuan utama menjaga keseimbangan pikiran sekaligus tubuh. Lewat program itu, segala unek-unek yang selama ini disimpan di hati oleh para murid dapat dituangkan dalam gerakan-gerakan bebas.

“Bagaimana anak bisa memaafkan dirinya dan melupakan masa lalu, melalui body movement itu dapat terlihat,” kata Retno.

Tak hanya memperbaiki mental siswa, wanita yang telah membuat 10 publikasi ilmiah ini juga memperkuat mental para guru. Sebab banyaknya murid SMAN 3 yang berasal dari kalangan sosial atas dan memiliki orang tua berprofesi sebagai pengacara, tak dipungkiri membuat sebagian guru enggan memperpanjang masalah dengan murid.

Menurut Retno, dahulu murid SMAN 3 bak tak dapat disentuh oleh para guru. Para pengajar pun tak jarang mendapat ancaman dari murid yang mengatakan akan memperkarakan guru-guru yang menyentuh persoalan mereka. (Baca: Keluarga Retno Listyarti Alami Tekanan Psikologis)

Namun, ujar Retno, sekarang para guru SMAN 3 sudah menunjukkan keberaniannya karena ada Kepala Sekolah yang mau melindungi. Retno menegaskan, perlindungan terhadap guru menjadi perlu ketika kekerasan telah menjadi budaya. Di sini penegakan hukum, bukan impunitas, yang akan sangat efektif.

“Sekolah harus menang karena sekolah bukan diatur oleh orang tua dan murid, tapi kami yang bangun, kelola, dan harus membentuk karakter anak seperti halnya moral-moral yang dijelaskan dalam pendidikan,” kata Retno.

Sementara dari sisi orang tua, Retno melakukan pembenahan lewat program parenting, sebuah pertemuan penuh edukasi untuk membantu anak menentukan masa depannya sejak dini.

Parenting itu memberi tahu orang tua murid soal membuat strategi mempersiapkan anak untuk Ujian Nasional. Saya bikin kelas parenting untuk orang tua anak kelas X. Anak-anak juga harus disadarkan bahwa jangan malas-malasan di kelas X, dan jangan mengandalkan hanya baru belajar di kelas XII, karena nilai akhir pada saat mereka lulus itu dilihat dari Kelas X,” ujar Retno.

Kini Retno tak lagi mengepalai SMAN 3. Ia kembali mengajar di sekolah lamanya di SMAN 13 di Koja, Jakarta Utara. (Baca: Retno Tak Bisa Menulis Selama Menjadi Kepala Sekolah) (meg/agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER