Tolak Surat Kepala Dinas Jadi Awal Pertaruhan Retno di SMAN 3

Megiza | CNN Indonesia
Senin, 25 Mei 2015 07:31 WIB
Cita-cita Retno Listyarti membuat sekolah ramah anak di SMAN 3 yang 'keras' tak berjalan lancar. Negosiasi soal skorsing siswa jadi akar masalah.
Retno Listyarti membereskan berkas-berkas terakhir yang harus ditandatanganinya di SMAN 3, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (21/5). (CNN Indonesia/Megiza)
Jakarta, CNN Indonesia -- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama sempat menyebut pemecatan Retno Listyarti sebagai Kepala Sekolah SMAN 3 dikarenakan Retno melayani permintaan wawancara sebuah stasiun televisi dan tidak melakukan pendampingan siswa pada saat Ujian Nasional.

Retno pun sempat dituding tak berperan laiknya guru saat menemui Presiden Jokowi dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan kala meninjau UN pertengahan April lalu. Kala itu Retno menemui Presiden dalam kapasitasnya sebagai Sekretaris Jenderal Forum Serikat Guru Indonesia (FSGI). Tak pelak, Ahok pun murka.

Meski begitu, Retno ternyata merasa penolakan dirinya untuk menandatangani surat perintah pengurangan masa skorsing siswa yang dilayangkan oleh Kepala Dinas Penddikan DKI Jakarta kepadanya adalah penyebab dari pemecatan yang kini dihadapinya. (Baca juga: Mantan Kepala SMAN 3 Merasa Diberhentikan Sewenang-wenang)

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ketika saya menandatangani surat Kepala Dinas untuk menolak pengurangan masa skorsing dari 39 hari ke 15 hari, saat itu saya sadar jabatan menjadi taruhannya. Artinya, saat saya menandatangani itu, saya akan dianggap melawan atasan," ujar Retno saat bertemu CNN Indonesia, Kamis pekan lalu (21/5).

Retno bercerita, meski mendapat reaksi tak didukung oleh Kepala Dinas Pendidikan atas hukuman skors yang ia berikan untuk siswa pelaku kekerasan, ternyata Dewan Guru SMAN 3 mendukung keputusan Retno tersebut. Saat itulah Retno kian berbulat tekad untuk meneruskan apa yang diinginkan oleh sekolah. (Baca juga: Dipecat Sebagai Kepsek SMAN 3, Retno akan Lapor Ahok)

"Guru-guru di dalam Dewan Guru ingin mempertahankan (keputusan skorsing) atas nama otonomi sekolah dan perbaikan di SMAN 3. Itu bagi saya adalah hal yang perlu dipejuangkan ketimbang jabatan. Jadi waktu saya tanda tangan surat penolakan itu, saya tahu bahwa yang akan menanggung risikonya adalah diri saya sendiri. Saya sadar betul dengan konsekuensi itu," kata Retno.

Dia membeberkan, tindakan kekerasan di lingkungan SMAN 3 sudah dalam kondisi serius. Tak dapat dihindari, Retno pun kian merasa diserang banyak pihak atas sikapnya kala itu.

"Kekerasan di SMA 3 itu sudah luar biasa, anak-anak di situ kan anak orang kaya. Saya itu diserang, dihajar kiri-kanan, dan saat itu saya baru satu bulan (memimpin sekolah)," ujarnya. (Baca juga: Siswa SMAN 3 Ancam Bunuh Kepala Sekolah)

Retno menyebut, beberapa orang tua murid yang berprofesi sebagai pengacara membuat dirinya dilaporkan ke Kepolisian atas keputusan skors yang ia jatuhkan. Meski sadar pilihannya untuk menolak mengurangi masa skors itu bakal membuat dirinya harus menghadapi tantangan lain, Retno memilih untuk tetap berkukuh pada pendiriannya.

"Orang tua anak ada yang lawyer, ataupun mereka membawa lawyer. Kemudian saya dipolisikan, diperiksa berjam-jam. Saat itu saya sadar betul kalau pilihan saya akan membuat saya susah. Tapi melindungi anak-anak dan membangun sekolah yang ramah anak itu lebih penting," kata Retno.

Dia pun menyebut ada permainan uang yang menyebabkan dirinya berusaha dipidanakan oleh beberapa pihak. Sebelumnya, ujar Retno, setiap kali ada orang tua murid yang mengurus permasalahan anak di sekolah, kasus tersebut selalu mental dari tangan Kepala Sekolah. (Baca juga: Kepsek SMAN 3 Enggan Kasih Impunitas ke Pelaku Kekerasan)

"Kepala Sekolah takut dengan orang tua karena diancam dan diajak damai. Jadi sebuah keputusan enggak pernah bisa dieksekusi. Tiba-tiba saya hadir dan memutuskan untuk mengeksekusi keputusan itu semua, dan didukung teman-teman yang lain," ujarnya.

Retno ingat benar, keputusannya untuk menunjukkan ketegasan di lingkungan SMAN 3 menimbulkan banyak reaksi keras yang ditujukan langsung kepadanya. Namun dibentak dan dimaki-maki orang tua murid hingga diancam akan dibunuh, tak menjadi alasan dia meluluh dan kalah.

"Pada saat saya dihajar (reaksi keras) itu malah membuat saya makin dekat dengan orang-orang (pengajar) di SMAN 3 yang masih punya nurani dan sadar ada masalah. Akhirnya merekalah orang-orang yang berdiri di belakang saya selama kasus ini," kata Retno.

Baca juga: Keluarga Retno Listyarti Alami Tekanan Psikologis (meg/agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER