Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa Agung HM Prasetyo menyebut hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) soal pelanggaran HAM Berat di masa lalu tidak lengkap sehingga prosesnya tak kunjung menemui akhir.
"Hasil penyelidikan bolak-balik karena belum lengkap dan Komnas HAM memahami itu," ujarnya, Kamis (28/5).
Sekarang, menurut Prasetyo, Komnas HAM terus menjembatani pemerintah dengan keluarga korban untuk meyakinan agar kasus dapat diselesaikan melalui jalur rekonsiliasi. Menurutnya, kemungkinan untuk mengambil jalur yudisial sangat kecil.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mereka akan dijelaskan seperti apa (rekonsiliasi ini). Itu tawaran solusi yang paling memungkinkan untuk mereka," kata Prasetyo. Alasannya, perkara-perkara tersebut sudah terlampau lama sehingga sulit untuk mencari bukti-bukti yang mendukung.
"Rekonsiliasi itu seperti ini, ada pengakuan benar sudah terjadi pelanggaran HAM, adanya komitmen pemerintah agar tidak terulang lagi, Presiden minta maaf," ujarnya menjelaskan.
Di lain kesempatan, Komnas HAM menyatakan ada tujuh kasus pelanggaran HAM masa lalu yang seharusnya dibawa ke Pengadilan HAM namun prosesnya kini terhenti. “Kami bolak-balik sampai 15-16 kali ke Kejaksaan, tapi Kejaksaan tak mau melangkah ke tahap penyidikan,” kata Ketua Komnas HAM Hafid Abbas kepada CNN Indonesia.
Ketujuh kasus itu di antaranya adalah tragedi penembakan mahasiswa Trisakti pada 12 Mei 1998, tragedi Semanggi I pada 11-13 November 1998, tragedi Semanggi II pada 24 September 1999, peristiwa Talangsari di Lampung pada 7 Februari 1989, kasus-kasus pelanggaran HAM 1965-1966, serta kasus Wasior-Wamena di Papua Juni 2001.
“Semua kasus tersebut sudah selesai diselidiki sesuai kewenangan Komnas HAM untuk melakukan penyelidikan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Tapi deadlock di Kejaksaan,” ujar Hafid.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno menyatakan pemerintah membuka peluang untuk membawa kasus-kasus HAM ke ranah yudisial lewat Pengadilan HAM.
Menko Tedjo menyatakan untuk membawa kasus ke Pengadilan HAM dibutuhkan alat bukti kuat guna mengadili para pelakunya. Ia juga meminta masyarakat untuk menunggu hasil kerja Komite Rekonsiliasi yang belum lama ini dibentuk untuk menangani kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Komite tersebut bertanggung jawab langsung kepada Presiden Jokowi.
(meg)