Jakarta, CNN Indonesia -- Biro Hukum Polri menyerahkan sejumlah bukti dokumen untuk memperkuat materi jawaban praperadilan melawan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (3/6). Dari sejumlah bukti tersebut, terdapat alat bukti berupa senjata api milik Novel.
"Sebenarnya ada senjata api jenis revolver, tetapi kami
pending untuk diserahkan besok," ujar salah satu anggota biro hukum Polri, Joel Baner Tundan usai sidang.
Selain alat bukti berupa senjata api, biro hukum Polri juga menunda menyerahkan tiga bukti lain yaitu berita acara penolakan penahanan oleh Novel yang ditulis dengan tulisan tangan, bukti pengeluaran penahanan, dan rekaman video proses penangkapan Novel pada 1 Mei lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam sidang tahap pembuktian ini, Polri menyerahkan total 53 bukti dokumen kepada hakim tunggal Zuhairi di persidangan. Sementara empat dokumen yang ditunda penyerahannya akan diserahkan saat sidang tahap pembuktian pemeriksaan saksi dari pihak Polri.
Ke-53 bukti dokumen yang diserahkan Rabu ini, Joel katakan, di antaranya berupa surat perintah penangkapan, surat perintah penahanan, hasil uji balistik dari laboratorium forensik Mabes Polri, bukti surat bahwa pemohon pernah dihukum disiplin saat menjabat di kepolisian, daftar mutasi senjata, daftar buku inventaris senjata dan nomor register.
"Jadi (dari hasil uji balistik) itu diuji dari senjata mana (proyektil) yang keluar. Dari situ (diketahui proyektil) identik dengan senjata yang digunakan pemohon," ujar Joel.
Novel ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri atas kasus penganiayaan terhadap pelaku pencurian sarang burung walet hingga tewas pada 2004. Saat itu Novel menjabat sebagai Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Daerah Bengkulu.
Penetapan tersangka Novel dilakukan pada 2012 ketika dia menjadi penyidik utama kasus korupsi yang menjerat mantan Kepala Korps Lalu Lintas Inspektur Jenderal Djoko Susilo.
Banyak pihak menilai mencuatnya perkara Novel adalah sebagai serangan balik polisi kepada lembaga antirasuah yang menetapkan Djoko sebagai tersangka. Polisi saat itu bahkan sempat menggeruduk gedung KPK untuk menangkap Novel.
Namun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemudian memerintahkan Kapolri Jenderal Timur Pradopo untuk menghentikan kasus tersebut demi meredakan ketegangan antara kedua institusi penegak hukum.
(rdk)