Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa Agung M. Prasetyo mengaku mendapat laporan mengenai sikap terpidana mati asal Perancis Serge Areski Atlaoui yang selalu absen di sidang Pengadilan Tata Usaha Negara terkait gugatannya terhadap putusan grasi Presiden Joko Widodo. Ia menilai tindakan Serge merupakan upaya untuk menunda jadwal eksekusi mati atas kepemilikan narkoba peracik ekstasi tersebut.
"Saya dengar ia mangkir terus. Itu suatu bukti mereka itu mengulur waktu," ujar Prasetyo di kantor Kejaksaan Agung, Rabu (3/6).
Prasetyo menghargai upaya hukum yang sedang dijalankan Atlaoui. Namun, ia sangat menyayangkan apabila tindakan Atlaoui yang selalu absen di persidangan adalah sengaja untuk memperlambat proses eksekusi terhadapnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami hormati proses hukumnya, tetapi bukan terpidananya," ujar Prasetyo.
(Baca Juga: Jaksa Agung Bantah Diskriminasi Terpidana Mati)Padahal, apabila proses persidangan berjalan lancar maka penentuan waktu eksekusi terhadap Atlaoui dapat lebih mudah diprediksi setelah majelis hakim memutuskan hasil sidang.
(Lihat Juga: Pimpinan DPR Temui Keluarga Terpidana Mati Serge Atlaoui)
Sebelumnya, Kejaksaan Agung terpaksa menunda eksekusi terhadap Atlaoui karena sang terpidana mengajukan upaya hukum pada saat-saat terakhir.
Pemerintah Perancis juga gencar melakukan upaya diplomasi untuk menunda eksekusi mati tersebut. Namun, Jaksa Agung M. Prasetyo telah menegaskan penundaan eksekusi terhadap Atlaoui dilakukan semata karena menghargai proses hukum yang berjalan.
Atlaoui divonis hukuman mati karena terbukti menjadi peracik ekstasi di pabrik ekstasi terbesar di Asia dan nomor tiga dunia di Serang, Banten. Total ada sembilan orang dalam kasus itu yang dipidana mati.
(Lihat Juga: Jaksa Agung Sebut Perancis Gencar Melobi Terkait Eksekusi)Mereka adalah Benny Sudrajat dan Iming Santoso asal Indonesia, Zhang Manquan, Chen Hongxin, Jian Yuxin, Gan Chunyi, dan Zhu Xuxiong asal Tiongkok, Nicholas Garnick Josephus Gerardus asal Belanda, dan Atlaoui.
Atlaoui tercatat sebagai warga negara Perancis dengan pekerjaan sebagai tukang las. Saat gugatan PTUN ini diajukan, ia mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Pasir Putih Super Maksimum Security (SMS), Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
(utd)