Jakarta, CNN Indonesia -- Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan menganggap materi jawaban beserta bukti yang dihadirkan oleh biro hukum Polri dalam sidang praperadilan telah memasuki pokok perkara. Menurutnya, hal ini semakin membuktikan kepanikan Korps Bhayangkara dalam penanganan kasus dirinya yang dinilai sarat kepentingan tertentu.
"Bagi saya itu menunjukan kepanikan saja karena mestinya dalam rangka praperadilan ini yang disampaikan adalah mengenai penangkapan dan penahanan saja," ujar Novel di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (4/6).
Novel, yang absen dalam persidangan dua hari kemarin, pada Kamis ini menyempatkan hadir untuk mengikuti agenda sidang pemeriksaan saksi fakta dan ahli. Ia optimis bahwa permohonan praperadilan dirinya mengenai penangkapan dan penahanan akan dikabulkan oleh hakim.
(Baca juga: Sidang Praperadilan Novel Hadirkan Samad dan Lima Saksi Lain)"Saya harus optimis. Saya kira, saya dan kuasa hukum cukup fokus kok. Kami fokus ke masalah apa dan itu yang kami tanyakan. Itu mekanisme yang lazim," ujar Novel.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sidang hari keempat Novel dijadwalkan akan dimulai pukul 9.00 WIB. Namun, hingga berita ini ditulis sidang belum juga dimulai.
Sidang yang dipimpin oleh hakim tunggal Zuhairi ini akan mengagendakan pemeriksaan saksi fakta dan ahli dari pihak Novel selaku pemohon. Awalnya Novel melalui kuasa hukum berencana untuk menghadirkan sepuluh orang saksi, baik fakta maupun ahli. Namun, beberapa di antara mereka kemudian berhalangan hadir sehingga sampai saat ini hanya enam orang yang dipastikan akan datang di persidangan.
Keenam orang tersebut terdiri dari tiga saksi fakta dan tiga ahli. Ketiga saksi fakta di antaranya adalah Ketua KPK non-aktif Abraham Samad, Taufik Baswedan yang merupakan keluarga Novel, dan Wisnu yang merupakan Ketua RT di kediaman Novel.
Sementara tiga ahli yang akan dihadirkan di antaranya adalah pakar etika hukum Romo Magnis Suseno, pakar hukum pidana A. Fahrizal Aziz dan pakar hak asasi manusia Rafendy Djamin.
Seperti diberitakan sebelumnya, Novel mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas penangkapan dan penahanan yang dilakukan penyidik Bareskrim Polri pada 1 Mei lalu. Ia menilai penangkapan dan penahanan terhadap dirinya tidak sesuai prosedur, salah satunya karena menggunakan surat perintah penangkapan yang kedaluwarsa.
Kasus Novel sebenarnya merupakan kasus lama. Novel ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri atas kasus penganiayaan terhadap pelaku pencurian sarang burung walet hingga tewas pada 2004. Saat itu Novel menjabat sebagai Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Daerah Bengkulu.
Penetapan tersangka Novel dilakukan pada 2012 ketika dia menjadi penyidik utama kasus korupsi yang menjerat mantan Kepala Korps Lalu Lintas Irjen Djoko Susilo. Banyak pihak menilai mencuatnya perkara Novel adalah sebagai serangan balik polisi kepada lembaga antirasuah yang menetapkan Djoko sebagai tersangka. Polisi saat itu bahkan sempat menggeruduk gedung KPK untuk menangkap Novel.
Namun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemudian memerintahkan Kapolri Jenderal Timur Pradopo untuk menghentikan kasus tersebut demi meredakan ketegangan antara kedua institusi penegak hukum.
(sip)