Jakarta, CNN Indonesia -- Salah satu jurnal kesehatan tertua di dunia yang berbasis di Inggris, The Lancet, menerbitkan surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden Jokowi. Isi surat itu meminta sang Presiden untuk menghentikan strategi perang melawan narkotik yang menggunakan cara rehabilitasi paksa dan hukuman mati.
Melalui The Lancet, sekelompok akademisi dan aktivis yang berkompeten di bidang kesehatan masyarakat, narkotik, kemanusiaan, dan hak asasi manusia mengkritik strategi penanganan Jokowi dalam perkara narkotik dan memintanya membentuk komite khusus soal narkotik, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lain (Napza) di Indonesia.
Komite khusus Napza di Indonesia, bila dapat dibentuk, diharapkan mampu meninjau ulang strategi penanggulangan pemerintah terhadap para pengguna narkoba, serta mengecek ulang validasi data yang dimilliki pemerintah dalam melawan narkoba.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Surat terbuka itu menyatakan bahwa penanganan narkoba yang dilakukan pemerintah Indonesia masih mengacu pada penelitian Badan Narkotika Nasional tahun 2008 dan 2011 yang memperkirakan prevelansi dari pengguna Napza adalah 2,56 persen dari seluruh populasi (kurang lebih 4,5 juta orang), dan sebanyak 50 orang meninggal dunia per hari karena sebab-sebab yang berkaitan dengan penggunaan Napza.
Para akdemisi dan aktivis global khawatir metode pengambilan data oleh BNN cenderung tidak representatif, sebab ada perbedaan antara jenis Napza dan frekuensi serta pola pemakaiannya yang tidak bisa digunakan untuk mengidentifikasi permasalahan penggunaan Napza.
Dalam keterangan yang diterima CNN Indonesia, Persaudaraan Korban Napza Indonesia menyatakan apresiasinya atas komitmen Jokowi dalam menanggulangi bahaya narkoba di Indonesia. Namun,mereka menilai kriminalisasi terhadap pengguna Napza dan pendekatan aparat yang cenderung menghukum telah gagal mengurangi prevalensi penggunaan Napza dan justru menciptakan kerusakan yang mendukung epidemi HIV.
Tak hanya itu, penahanan dan rehabilitasi paksa dinilai terbukti tak efektif dalam mengurangi jumlah pengguna Napza. "Pendekatan 'perang melawan narkotik' seperti ini telah terbukti gagal di berbagai negara lain di dunia, bahkan menyebabkan lebih banyak masalah dibanding membantu menyelesaikan masalah” ujar Prof. Dr. Irwanto, pengamat dan peneliti masalah narkotik dan HIV.
Sementara Dr. Ignatius Praptoraharjo, peneliti dari Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada menuturkan ada 'kewajiban etis' dalam aksi penanganan penggunaan Napza di Indonesia.
"Kebijakan yang ada tidak menyediakan ruang dan peran bagi program kesehatan secara bermakna. Dana kita yang terbatas justru digunakan untuk pendekatan berbasis rasa takut yang akan mendorong orang-orang yang membutuhkan perawatan semakin jauh dari program kesehatan," ujarnya.
Oleh sebab itu pemerintah diminta menciptakan proses yang transparan dan melibatkan mitra bestari ahli secara nasional sebelum menggunakan data untuk menentukan bahwa Indonesia sedang terancam oleh situasi 'darurat narkotika nasional.'
Surat terbuka yang dimuat The Lancet itu turut dibuat dan ditandatangani oleh sekelompok ahli kesehatan dan akademisi Indonesia, antara lain dari Pusat Penelitian HIV/AIDS Atma Jaya, Pusat Kebijakan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran UGM, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Pascasarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana, Departemen Sosiologi Universitas Negeri Jakarta, cendekiawan Muslim dan Ketua Konferensi Indonesia untuk Agama dan Perdamaian, Persaudaraan Korban Napza Indonesia, dan KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan).
Baca juga:
Barcelona Juara Liga Champions 2014/2015Treble Bersejarah untuk Barcelona (meg)