Soal Sosok 'Pak Bos', Rokok dan Dugaan Korupsi Dahlan Iskan

Helmi firdaus | CNN Indonesia
Sabtu, 06 Jun 2015 09:11 WIB
Mantan Direktur PLN dan bos Jawa Pos Dahlan Iskan menjadi tersangka korupsi gardu induk. Dahlan adalah sosok yang dikenal pekerja keras.
Mantan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero Dahlan Iskan keluar usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Kamis (4/6). Pemeriksaan Dahlan Iskan dilakukan dalam kapasitasnya sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) terkait korupsi proyek pembangunan 21 Gardu Listrik Jawa-Bali-Nusa Tenggara. (ANTARA FOTO/Vitalis Yogi Trisna)
Jakarta, CNN Indonesia -- Senin 12 November tiga tahun lalu. Jakarta masih pagi dan Dahlan Iskan yang kala itu Menteri BUMN berolahraga di Monas. Tentu saja dengan sepatu kets miliknya yang tersohor itu. Sepatu kets yang dipakainya ke mana-mana, baik acara resmi maupun tak resmi.

Melihat tumpukan sampah di Monas, Dahlan yang kelahiran Magetan 17 Agustus 1951 lalu memunguti sampah. Aksi yang kemudian membuat orang-orang yang sedang berolah raga di Monas mengikutinya. “Memungut sampah buka hal memalukan,” kata Dahlan sewaktu itu. Sebelumnya pada Selasa 28 Agustus 2012, pagi-pagi Dahlan pernah membersihkan WC Terminal 2 F Bandara Soekaro-Hatta. Itu dilakukannya seorang diri.

Aksi tersebut bukan kali pertama Dahlan Iskan berlaku eksentrik. Lelaki yang biasa disapa Pak Bos dalam lingkungan media Jawa Pos sudah sering melakukan aksi di luar dugaan saat dia memimpin dan membesarkan koran itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Diceritakan bahwa pernah suatu kali dia masuk ke ruang redaksi Jawa Pos di Gedung Graha Pena Surabaya. Diamati ruangan dan dicermati meja masing-masing wartawan di sana. Matanya lalu tertuju pada satu meja yang penuh dengan tumpukan berkas, kertas, atau dokumen tak teratur. Didatangilah itu meja.

Tanpa bicara, Pak Bos lalu menyingkirkan saja semua tumpukan di atas meja. Dibiarkannya morat-marit di lantai. Semua diam. Tak ada yang berani bicara. Pesannya satu, Pak Bos tak suka hal-hal yang tak bersih dan tak rapi.

Pak Bos juga tak suka rokok. Para wartawan yang bekerja di Jawa Pos Grup, merokok sembunyi-sembunyi di tangga darurat. Pernah suatu kali, di Graha Pena Jakarta, ada seorang wartawan tengah merokok di tangga darurat. Pak Bos tiba-tiba membukanya. Sang wartawan lalu lari turun tangga. Pak Bos membuntutinya. Untunglah sang wartawan berhasil membaur di sebuah lantai yang penuh wartawan tengah mengetik. Ketidak sukaan Dahlan Iskan pada rokok juga menurun pada anak laki-lakinya, Azrul Ananda.

Selain soal kebersihan dan ketidaksukaannya pada rokok, Pak Bos adalah orang yang terkenal dengan kerja. Bagi dia, yang penting dan utama adalah kerja, kerja keras, kerja lebih keras dan kerja lebih keras lagi. Jangan terlalu banyak mengeluh. Dari pada mengeluh, lebih baik bekerja. Hanya kerja yang membuat seseorang berhasil baginya.

Prinsip yang dia tularkan kepada orang-orang dekatnya. Hampir seluruh orang yang pernah dibawah “bimbingannya” sepakat dengan itu. Apalagi orang-orang yang ikut serta dengannya untuk membesarkan Jawa Pos menjadi salah satu koran terbesar di Indonesia.

Kerja lah yang memang membuat Dahlan Iskan hingga ke puncak karirnya. Dahlan Iskan dibesarkan di lingkungan serba kekurangan di Desa Kebun Dalam Tegalarum, Kecamatan Bando, Magetan, Jawa Timur. Orang tua Dahlan Iskan Mohammad Iskan dan Lisnaah bukanlah orang kaya, tapi miskin. Dahlan anak ketiga dari empat bersaudara. (BACA FOKUS: Gardu Induk Setrum Dahlan)

Kakak pertamanya bernama Khosyatun, kakak keduanya bernama Sofwati sedangkan yang bungsu bernama Zainuddin. Kedua orang tuanya tidak ingat kapan Dahlan dilahirkan. Dahlan akhirnya memilih tanggal 17 Agustus dengan alasan mudah diingat karena bertepatan dengan peringatan kemerdekaan Republik Indonesia.

Dahlan Iskan disebutkan pernah kuliah di IAIN Sunan Ampel lalu Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya tapi tidak selesai. Langkah penting dirinya hingga menjadi salah satu tokoh utama di industri media Indonesia adalah ketika dia diterima menjadi wartawan Majalah Tempo pada tahun 1976.

Titik baliknya adalah ketika Dahlan melakukan reportase atas terbakar dan tenggelamnya Kapal Tampomas II pada 27 Januari 1981. Kapal itu karam di sekitar Kepulauan Masalembo di tengah perjalan dari Jakarta menuju Sulawesi. Reportase Dahlan banyak diapresiasi dan dianggap sebagai salah satu reportase terbaik di Indonesia soal musibah transportasi.

Saat menjadi reporter di Majalah Tempo, Dahlan Iskan yang punya dua anak ini ternyata menulis di tempat lain. Media sepertinya jadi bisnis di mana Dahlan cocok. Direktur Utama PT Grafiti Pers, Penerbit Tempo yaitu Eric Samola membeli Jawa Pos yang sedang dalam kehancuran. Tak lama, Dahlan Iskan diminta untuk memimpin koran itu.

Dahlan lalu membuat banyak terobosan yang membuat Jawa Pos tumbuh menjadi raksasa media di Indonesia. Pertama dia membuat Jawa Pos terbit pagi, padahal waktu itu Surabaya dikuasai Surabaya Post yang terbit sore. Orang terbiasa baca koran di sore hari. Alasan terbit pagi karena Dahlan ingin orang percaya bahwa Jawa Pos menuliskan berita lebih cepat.

Terobosan lain yang terasa adalah ketika Dahlan merombak koran yang umumnya berukuran 9 kolom menjadi 7 kolom sebagai respons atas krisis moneter 1997. Tujuannya adalah menghemat pengeluaran untuk kertas namun tetap menarik. Ide yang dikopi Dahlan ketika pergi ke Amerika Serikat dan melihat koran USA Today berukuran 7 kolom.

Tidak cukup jelas juga bagaimana Dahlan akhirnya menjadi pemilik utama Jawa Pos menggantikan Eric Samola. Ada yang bilang, dia membeli saham yang dimiliki oleh Eric sehingga jadi pemenang saham mayoritas.

Bergerak ke Pemerintahan dan Politik

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER