Jakarta, CNN Indonesia -- Panglima TNI Jenderal Moeldoko mengatakan rapat kerja yang dilakukan bersama dengan Komisi I DPR tidak berkaitan dengan pergantian jenderal TNI bintang empat yang akan dilakukan setelah dirinya pensiun pada 1 Agustus mendatang.
"Itu enggak masuk. Itu ranahnya Presiden Joko Widodo," ujar Moeldoko di Gedung DPR, Jakarta, Senin (8/6).
Moeldoko mengatakan rapat kerja yang dilakukan bersama Komisi Pertahanan DPR ini hanya akan membahas mengenai anggaran dan perkembangan program yang telah dicapai oleh TNI hingga saat ini.
(Lihat Juga: Salim Said Harapkan Panglima TNI Baru Dari Kalangan AU)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Jenderal Moeldoko mengatakan ia turut menyampaikan isu-isu strategis baik berkenaan dengan situasi pertahanan keamananan secara globa, regional dan nasional.
"Secara internal sendiri dengan bagaimana perkembangan TNI sendiri," ujar Moeldoko.
Mengenai calon Panglima TNI penerus Moeldoko, hingga kini Presiden Jokowi belum menentukan siapa jenderal TNI bintang empat yang akan dipilih. Senada dengan Moeldoko, Ketua DPR Setya Novanto sebelumnya turut mengatakan DPR tidak akan turut campur soal penunjukan Panglima TNI tersebut.
Novanto mengatakan DPR menyerahkan semua putusan pada Jokowi. Iapun memperkirakan Jokowi akan menentukan pilihannya setelah proses pernikahan anaknya, Gibran Rakabuming, selesai.
(Lihat Juga: Jokowi Kemungkinan Pilih Panglima TNI Usai Pernikahan Anaknya)Sejauh ini, tiga kandidat utama kepala staf adalah Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Gatot Nurmantyo, Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Ade Supandi dan Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Agus Supriatna.
Menurut keterangan lembaga masyarakat sipil HAM, Imparsial, tiga kepala staf tersebut bebas dari rekam jejak hitam pelanggaran HAM. Dari sudut pandang HAM, ketiganya dinilai memiliki peluang yang sama untuk naik jabatan menjadi panglima TNI.
(Lihat Juga: Imparsial: Tiga Kepala Staf TNI Bebas Pelanggaran HAM) Siapapun yang nantinya akan dicalonkan Jokowi untuk menggantikan Jenderal Moeldoko harus melewati proses uji kelayakan dan kepatutan terlebih dahulu di DPR, dalam hal ini di Komisi I.
(utd)