Gugatan Praperadilan Kedua Eks Direktur Pertamina Digugurkan

Ranny Virginia Utami | CNN Indonesia
Senin, 15 Jun 2015 15:03 WIB
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengugurkan gugatan tersebut setelah mempertimbangkan eksepsi yang diajukan oleh KPK, selaku termohon.
Terdakwa kasus suap pengadaan TEL (tetraethyl lead) tahun 2004 dan 2005, Suroso Atmo Martoyo, mengikuti sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (11/6). Sidang mantan Direktur Pertamina tersebut ditunda dengan alasan terdakwa menunggu proses praperadilan. (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
Jakarta, CNN Indonesia -- Hakim tunggal Martin Ponto Bidara memutuskan untuk menggugurkan permohonan praperadilan mantan Direktur PT Pertamina Suroso Atmomartoyo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (15/6). Permohonan ini mempersoalkan tentang penetapan tersangka Suroso oleh Komisi Pemberantasan Korupsi yang dianggap tidak sah.

"Hakim atau pengadilan negeri menyatakan permohonan praperadilan pemohon gugur," ujar hakim Martin saat membacakan putusan di ruang sidang IV PN Jakarta Selatan.

Putusan ini diambil setelah hakim mempertimbangkan eksepsi yang diajukan oleh KPK selaku termohon. Dalam eksepsi, KPK meminta hakim untuk menggugurkan praperadilan pemohon karena perkara pemohon telah dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi melalui PN Jakarta Pusat pada 1 Juni 2015.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut KPK, praperadilan tidak lagi berwenang memeriksa suatu perkara jika perkara tersebut telah dilimpahkan ke pengadilan pokok perkara. Hal tersebut termaktub dalam Pasal 82 Ayat 1 huruf (d) KUHAP di mana dinyatakan 'dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur'.

Namun, hakim memiliki pendapat sendiri dalam menafsirkan Pasal 82 Ayat 1 huruf (d) KUHAP tersebut. Setelah melihat bukti dokumen yang diajukan oleh KPK, hakim menyatakan pemeriksaan telah dilakukan setelah majelis hakim pengadilan tipikor membacakan identitas terdakwa, meski sidang pada akhirnya ditunda dan dakwaan belum sempat dibacakan.

Dalam sidang tahap pembuktian, KPK mengajukan bukti dokumen yang menyatakan pelimpahan perkara Suroso ke pengadilan tipikor PN Jakarta Pusat pada 1 Juni 2015. Majelis hakim pengadilan tipikor kemudian membuka sidang pada 11 Juni 2015, namun sidang akhirnya ditunda selama seminggu lantaran ada keberatan dari Suroso.

Saat itu, Suroso mengaku tim kuasa hukumnya tidak dapat mendampingi dirinya dalam sidang perdana pokok perkara karena tengah mengikuti sidang gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dia mengaku tidak tahu bakal mendapat jadwal sidang di Pengadilan Tipikor kala itu sehingga tak bisa menghindari jadwal yang bertabrakan.

Sebelumnya, PN Jakarta Selatan telah menolak permohonan praperadilan pertama Suroso pada 14 April 2015. Dasar pertimbangan penolakan adalah karena materi penetapan tersangka dan sah atau tidaknya penyidikan bukan termasuk ke dalam obyek praperadilan, mengacu pada Pasal 77 juncto Pasal 82 ayat 1 huruf (b) jo Pasal 95 ayat 1 dan 2 KUHAP.

"Tidak diaturnya penetapan tersangka atau tidak sahnya penyidikan bukan kekosongan hukum. KUHAP sudah jelas menetapkan obyek praperadilan. KUHAP harus dibaca secara tekstual. Prinsip ini menutup kewenangan hakim untuk bebas menafsirkan," ujar hakim Riyadi Sunindyo saat membacakan putusan.

Seperti diketahui, Suroso menggugat penetapan dirinya sebagai tersangka oleh lembaga antirasuah atas kasus suap pengadaan zat tambahan bahan bakar TEL (tetraethyl lead) 2004 dan 2005. Suroso disangka mengantungi duit suap dari Direktur PT Soegih Indrajaya, Willy Sebastian Liem.

Selain Suroso, bekas Dirjen Minyak dan Gas, Rahmat Sudibyo, juga diduga mengantungi suap. Suap diduga dilakukan sejak tahun 2000 hingga 2005. Suap tersebut sebagai pelicin agar TEL tetap digunakan dalam bensin produksi Pertamina.

Atas perbuatan tersebut, Suroso sebagai penerima suap disangka melanggar Pasal 12 huruf a dan atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara Willy sebagai pihak pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a dan b dan atau Pasal 13 UU Pemberantasan Korupsi. (meg)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER