Jakarta, CNN Indonesia -- Bekas Walikota Makassar Ilham Arief Sirajuddin kembali mengajukan permohonan praperadilan melawan Komisi Pemberantasan Korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Permohonan didaftarkan pada Selasa (16/6) dengan nomor perkara 55/PEN.PRAP/2015/PN.JKT.SEL.
"Ya, hari ini (permohonan masuk). Hakimnya belum ditunjuk," ujar juru bicara PN Jakarta Selatan, Made Sutrisna saat dikonfirmasi CNN Indonesia.
Ilham mengajukan permohonan praperadilan atas penetapan tersangka yang dilakukan oleh penyidik lembaga antirasuah. Menurutnya, penetapan tersangka tersebut tidak sah karena berdasar pada Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yang isinya sama seperti surat sebelumnya yang diperkarakan di sidang praperadilan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bagaimana bisa belum melaksanakan perintah praperadilan tapi telah menerbitkan sprindik baru? Kata-katanya sama, posisinya, semuanya sama," ujar kuasa hukum Ilham, Johnson Panjaitan.
Johnson menuturkan Sprindik baru yang ditandatangani oleh penyidik KPK diterbitkan pada 5 Juni 2015. Dalam Sprindik tersebut, ia mengklaim penyidik melakukan penyalahgunaan kewenangan dengan memasukkan keterangan palsu, mengacu pada bahan bukti yang telah digugurkan di sidang praperadilan.
Seperti diketahui, hakim PN Jakarta Selatan mengabulkan permohonan praperadilan Ilham pada 12 Mei 2015. Hakim memutuskan penetapan tersangka yang dilakukan oleh KPK tidak sah lantaran KPK tidak dapat membuktikan dua alat bukti yang cukup.
Namun, KPK kembali mengeluarkan Sprindik baru pada 10 Juni dengan menyematkan nama Ilham kembali sebagai tersangka. Ilham ditetapkan tersangka atas kasus dugaan korupsi terkait kerja sama kelola dan transfer untuk instalasi PDAM kota Makassar pada tahun 2006-2012.
Dari perhitungan sementara akibat perbuatan tersangka, negara diduga mengalami kerugian sekitar Rp 38,1 miliar. Ilham diduga melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 nomor 1 KUHP.
(rdk)