Jakarta, CNN Indonesia -- Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan pencabutan permohonan praperadilan pimpinan non-aktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto atas penetapan tersangka dan penangkapan yang dilakukan penyidik Badan Reserse Kriminal Polri. Bambang mencabut permohonan karena menilai belum ada kepastian atas kewenangan praperadilan menyusul putusan Mahkamah Konstitusi terkait Pasal 77 KUHAP.
"Karena ini adalah hak dari pemohon, maka pengadilan mengabulkan pencabutan permohonan ini," ujar hakim tunggal Made Sutrisna di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (15/6).
Sebelumnya, hakim meminta kuasa hukum Bambang untuk mengemukakan alasan pencabutan di muka persidangan. Salah satu kuasa hukum Bambang, Abdul Fickar Hadjar kemudian menyerahkan surat berisi alasan pencabutan kepada hakim.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut catatan PN Jakarta Selatan, Bambang terhitung sudah tiga kali mengajukan permohonan praperadilan. Menanggapi hal ini, hakim meminta agar Bambang serius sebelum mendaftarkan permohonan agar kejadian ini tidak terulang kembali.
"Karena ini sudah kesekian kali mendaftar lalu mencabut, daftar cabut lagi, pihak Bambang agar memikirkan dulu sebelum mendaftar," ujar Made. (Baca juga:
Pelimpahan Kasus BW ke Kejaksaan Tunggu Praperadilan)
Seperti diketahui, Bambang mengajukan permohonan praperadilan atas penetapan tersangka dan penangkapan oleh penyidik Bareskrim Polri di PN Jakarta Selatan sebanyak tiga kali. Permohonan pertama diajukan oleh Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) 23 Januari 2015. Namun, gugatan tersebut dicabut pada 9 Februari 2015.
Permohonan kedua diajukan oleh Bambang sendiri melalui tim kuasa hukumnya pada 7 Mei 2015. Materi permohonan masih sama, namun permohonan ini kembali dicabut pada 20 Mei 2015 dengan alasan menunggu itikad baik Polri untuk memberhentikan perkara dirinya (SP3) setelah Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) memutuskan Bambang tidak bersalah dan tidak melanggar kode etik ketika menangani kasus sengketa Pilkada Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi pada 2010 silam. (Baca juga:
Jokowi Belum Pernah Bahas Kemungkinan Deponering Kasus BW)
Pada 27 Mei 2015 Bambang mendaftarkan lagi permohonan praperadilan ke PN Jakarta Selatan. Permohonan ini diajukan setelah pihak Polri tidak mengabulkan permintaan Bambang untuk melakukan SP3 terhadap kasusnya.
Kasus dugaan pengarahan saksi untuk memberikan keterangan palsu di bawah sumpah yang menjerat Bambang kini sudah dinyatakan lengkap (P21) oleh Kejaksaan Agung. Setelah ini, penyidik diharuskan melimpahkan penanganan tersangka dan barang bukti ke Kejaksaan untuk dilanjutkan ke tahap penuntutan. (Baca juga:
Menerka Babak Lanjutan Perkara Kesaksian Palsu Bambang)
Sebelumnya, Bambang ditetapkan tersangka karena sebagai pengacara diduga mengarahkan saksi untuk memberikan kesaksian palsu di bawah sumpah dalam sidang sengketa Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi pada 2011 silam. Bambang ditangkap pada 23 Januari 2015 dan kini penyidikan kasusnya sudah dinyatakan rampung oleh Jaksa.
Dia ditetapkan sebagai tersangka tidak lama setelah menjerat Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Budi Gunawan (saat itu Kepala Lembaga Pendidikan Polri) dalam kasus dugaan gratifikasi. Langkah Budi Gunawan menuju kursi Kepala Polri pun akhirnya terhenti karena tersangkut kasus ini
(hel)