Penyelesaian Gejolak Praperadilan Ada di Tangan Ketua MA

Abraham Utama | CNN Indonesia
Kamis, 18 Jun 2015 00:15 WIB
Hakim Agung Gayus Lumbuun mengatakan sudah seharusnya Mahkamah Agung mengeluarkan peraturan soal kekuasaan praperadilan.
Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Jumat (19/9). (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kelompok masyarakat sipil mendesak Mahkamah Agung untuk segera menerbitkan peraturan terkait lembaga praperadilan. Putusan tiga hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengabulkan permohonan tiga tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi dinilai telah mengacaukan hukum acara praperadilan.

Menanggapi hal itu, Hakim Agung Gayus Lumbuun mengatakan lembaganya memang sudah seharusnya mengeluarkan peraturan Mahkamah Agung yang menentukan obyek praperadilan dalam waktu dekat ini. Gayus berpendapat, perma harus memilih satu dari tiga opsi arah praperadilan ke depan.

Opsi pertama adalah membenarkan putusan Hakim Sarpin dan Hakim Haswandi yang memperlebar kekuasan praperadilan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebagaimana diketahui, pada sidang antara Komisaris Jenderal Budi Gunawan melawan KPK, Sarpin memeriksa sah atau tidaknya penetapan seseorang menjadi tersangka. Sementara itu, pada sidang mantan Direktur Jenderal Pajak Hadi Poernomo versus KPK, Hakim Haswandi mengeluarkan putusan yang berdasarkan pada sah atau tidaknya status penyidik KPK.

Gayus menilai opsi kedua yang dapat dipilih adalah ketentuan bahwa hakim praperadilan harus tetap mengacu pada pasal 77 sampai pasal 83 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Pasal 77 KUHAP misalnya, mengatur obyek praperadilan hanyalah mengadili sengketa seputar sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan dan penuntutan yang dilakukan lembaga penegak hukum.

Selain dua opsi tadi, menurut Gayus, MA memiliki opsi ketiga yaitu membebaskan semua hakim dari segala intervensi sebagaimana diatur Pasal 3 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasan Kehakiman.

Gayus mengatakan, jika MA memilih opsi terakhir, maka induk dari lembaga peradilan itu membebaskan para hakim untuk melakukan penemuan hukum dan menggunakan yurisprudensi dalam memutus sengketa praperadilan.

Lebih lanjut mantan politisi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu berkata, pembuatan perma itu sepenuhnya bergantung pada pimpinan MA. Para hakim agung tidak memiliki kapasitas untuk mengusulkan, apalagi mewacanakan pembentukan perma.

"Beda dengan DPR yang masing-masing fraksi bisa mengajukan inisiatif. Di MA tidak ada mekanisme usulan, semua tergantung pimpinan," katanya.

Direktur Insititute for Criminal Justice Reform Supriyadi Eddyono mengatakan, MA harus segera memberikan guideline bagi hakim praperadilan, dalam wujud perma maupun surat edaran.

"Hakim sudah diberikan buku merah dan buku cokelat tapi itu tidak cukup memberikan guideline," katanya. (meg)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER