Jakarta, CNN Indonesia -- Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menilai koneksi dan transfer transportasi umum merupakan hal yang harus diperhatikan pemerintah agar program pembangunan transportasinya bisa membuat masyarakat beralih dari kendaraan pribadi. Persoalan itu menjadi hal lain yang menjadi pertimbangan masyarakat untuk menggunakan transportasi umum di luar mencari kenyamanan.
"Jaringan angkutan umum di Jakarta tidak efisien. Terlalu banyak pindah angkutan dengan pembayaran masing-masing sehingga membuat mahal dan tidak bersahabat dengan pengguna," kata Ketua MTI Danang Parikesit kepada CNN Indonesia, Rabu malam (24/6). (Baca:
Warga DKI Protes Bus APTB Dilarang Masuk Jalur TransJakarta)
Akibat adanya permasalahan tersebut tak heran jika masyarakat lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Sebab, kendaraan pribadi lebih mudah diakses dan masyarakat pun tak perlu gonta-ganti kendaraan untuk sampai ke tempat tujuan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (Kedai Kopi), menunjukkan sebanyak 80,4 persen dari 250 orang pekerja kantor di Jakarta masih menggunakan kendaraan pribadi untuk pergi bekerja. Dengan begitu kemacetan di ibu kota masih terus terjadi dan sulit dikendalikan.
Danang menjelaskan, fenomena tersebut sebenarnya bukanlah hal yang baru terjadi. "Tren ini sudah mulai sejak 15 tahun yang lalu," tuturnya.
Menurut dia, masalah ini tercipta karena beberapa faktor. "Kombinasi antara kenaikan jumlah masyarakat kelas menengah di Jakarta, semakin mudahnya akses finansial terhadap kendaraan pribadi, semakin sulitnya mencari perumahan di kota, dan buruknya layanan angkutan perkotaan jadi kontributor masalah," kata Danang.
Untuk menyelesaikan hal tersebut, MTI mengimbau pemerintah agar melakukan pembangunan transportasi secara komprehensif. Jika masalah terbesar adalah koneksi terhadap transportasi umum, hendaknya pemerintah bisa membuat kebijakan yang mendukung koneksi transportasi umum yang baik untuk masyarakat.
"Perkantoran dan perumahan harus dibangun di dekat koridor angkutan umum," ujar Danang.
Semua pembangunan skala besar, kata Danang, harus diperketat. Salah satu caranya bisa dilakukan dengan mekanisme pricing.
Danang mencontohkan, pembangunan perumahan dan perkantoran yang dekat dengan koridor angkutan umum bisa diberikan insentif berupa pemberian harga Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan biaya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang lebih rendah.
Dan sebaliknya, pembangunan perumahan dan perkantoran yang dekat jalan tol atau jalan yang tidak dilalui angkutan umum diberikan harga PBB dan IMB yang tinggi.
"Ya itulah. Harus ada strategi perumahan dan perkantoran," kata Danang. (Baca:
Gubernur Ahok Bakal Integrasikan Pembayaran Transportasi Umum)
Selain itu, penggunaan teknologi dalam pembangunan sistem transportasi juga dianggap penting oleh Danang. Apalagi di era modern seperti sekarang ini.
"Sistem IT harus dibangun sehingga mobilitas transportasi bisa kita kelola," ujarnya.
Dengan adanya sistem transportasi yang terhubung dengan perangkat digital diharapkan bisa memudahkan manajemen dan pemantauan, misalnya terhadap jadwal keberangkatan. Dengan begitu masyarakat tidak perlu menunggu lama kendaraan yang akan mereka tumpangi tanpa kepastian.
(obs)