Jakarta, CNN Indonesia -- Meski DPR sudah menyetujui aturan soal dana aspirasi, namun realisasinya masih tergantung pada pengajuan dari pemerintah. Menurut Wakil Ketua DPR Agus Hermanto, setelah disahkan oleh DPR, bukan berarti usulan program pembangunan daerah pemilihan (UP2DP) ini pasti terwujud.
Dana aspirasi masih mungkin tidak terlaksana jika pemerintah tidak menyetujuinya.
"Sifat pengajuannya harus dari pemerintah dan pembahasannya antara pemerintah dan DPR. Apabila dalam pembahasan itu pemerintah tak mengajukan maka tidak akan terjadi," kata Agus saat ditemui di kompleks DPR RI, Kamis (25/6).
Agus menambahkan, pembahasan dana aspirasi memang butuh pengajuan dari pemerintah karena nantinya uang sebesar Rp 11,2 triliun tersebut akan dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebelum akhirnya disalurkan ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, pengajuan program dari anggota DPR ke pemerintah juga perlu payung hukum dan peraturan yang jelas. Oleh karena itu rapat paripurna DPR dua hari lalu yang pertama kali disetujui adalah soal payung hukum dan peraturan DPR.
"Payung hukum akan dipergunakan untuk bagaimana menempatkan keuangan Rp 11,2 triliun itu ke APBN. Tanpa payung hukum itu tidak akan bisa," ujarnya.
SIMAK FOKUS: Duit Aspirasi di Tangan JokowiNamun begitu, Agus kembali menegaskan apabila pemerintah tidak setuju dan tidak akan mengajukan dana aspirasi dalam rancangan APBN-nya, maka Agus memastikan dana aspirasi tidak akan ada.
Sementara itu Ketua Tim UP2DP Taufik Kurniawan mengatakan, persoalan usulan dana aspirasi di DPR RI sudah selesai. Maka, anggota dewan kini tinggal menunggu pembicaraan internal pemerintahan.
"Kami menunggu sikap pemerintah nanti di Badan Anggaran," kata Taufik. (Baca juga:
Jokowi Tak Setuju Dana Aspirasi DPR Rp 11 Triliun)
Sebelumnya Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengungkapkan, mekanisme selanjutnya adalah anggota DPR mendengarkan aspirasi yang dikumandangkan dari daerah pemilihan mereka. "Mekanisme pengusulan (dana aspirasi) akan melalui Presiden Indonesia dan disalurkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara," kata Fahri saat ditemui di kompleks DPR RI, Selasa malam (23/6).
Tim UP2DP sebelumnya ingin menjadikan usulan dana aspirasi tersebut sebuah kewajiban yang harus dilakukan oleh seluruh anggota dewan. Jika kewajiban tersebut tidak dilakukan, maka akan dinilai sebagai sebuah pelanggaran konstitusi. (Baca juga:
DPR akan Lobi Jokowi untuk Loloskan Dana Aspirasi)
Maka dari itu, tim mengganti aturannya dengan cara membatasinya menjadi hak. Semua itu, kata Fahri, dilakukan agar anggota dewan memiliki kesempatan untuk melakukan pengecekan terhadap berbagai program.
"Jika sudah selesai maka usulan dimasukkan ke presiden dan beliau memiliki kesempatan untuk membacanya bersama kementerian terkait. Jika salah satu usulan ternyata sudah ada dalam daftar sebelumnya maka akan dicoret," kata Fahri.
Rencananya, Rp 20 miliar akan dijadikan pagu anggaran bagi setiap anggota dewan untuk merealisasikan UP2DP setiap tahunnya. Dengan total 560 anggota dewan, maka dana sebesar Rp 11,2 triliun tengah diperjuangkan untuk masuk ke dalam APBN 2016 untuk menjadi platform perealisasian pembangunan daerah pemilihan.
(sur)