Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta majelis hakim Pengadilan Tipikor menolak nota keberatan yang diajukan Eks Direktur Pengolahan PT Pertamina Suroso Atmomartoyo terkait kasus suap bensin bertimbal. Menurut jaksa, bantahan suap yang diterima Suroso harus dibuktikan dalam proses pengadilan.
"Kalau Suroso membantah tidak benar soal rekening suap, itu harus diperiksa dengan alat bukti yang sudah diperoleh penyidik selama penyidikan," kata Jaksa, Sugeng, usai sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (25/6).
(Lihat Juga: Eks Direktur Pertamina Bantah Terima Duit Suap Bensin Timbal)Bukti tersebut dapat berupa keterangan saksi maupun dokumen yang diperoleh. Selain itu, bukti lain yang menjadi penguat adalah putusan pengadilan di Inggris untuk warganya yang terlibat dan terbukti menyuap Suroso. Selanjutnya, bukti disinkronkan dengan keterangan saksi ahli. Proses pembuktian dapat berjalan apabila surat dakwaan diterima sebagai acuan.
(Lihat Juga: Eks Dirut Pertamina Beberkan Perjanjian Bensin Bertimbal)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami memohon majelis hakim tak mengabulkan keberatan terdakwa Suroso dan menjadikan surat dakwaan sebagai dasar pembuktian," katanya.
Jaksa pun optimis majelis hakim akan menolak keberatan tersebut. Terlebih, status Suroso sebagai Direksi BUMN membuktikan bahwa dia penyelenggara yang dapat disidik dan dituntut KPK.
Sebelumnya dalam sidang pembacaan nota keberatan, Suroso mengklaim tidak pernah meminta Direktur PT Soegih Interjaya Willy Sebastian Liem untuk membuatkan rekening bank di UOB Singapura sebagai kantong duit suap.
"Terdakwa tidak pernah menerima, menikmati, dan mempergunakan dana sejumlah US$ 190 ribu serta menginap di Hotel Radisson Edwardian May Fair London sejumlah UK£ 889,16," ucap Asep Bambang sekalu kuasa hukum Suroso saat membacakan nota keberatan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (22/6).
Duit dan fasilitas inap diduga hadiah dari pejabat perusahaan pemasok bensin bertimbal bernama The Associated Octel Cimoany Limited (Octel), David Peter Turner, Paul Jennings, Dennis J. Kerisson, dan Miltos Papachritos melalui Willy Sebastian Lim dan Muhammad Syakir terkait proses pengadaan dan pembelian TEL pada PT Pertamina.
Perusahaan yang dipimpin Willy merupakan perantara dari Octel sebagai pemasok bensin bertimbal untuk Pertamina. Agar Octel tetap menjadi pemasok utama, jaksa KPK menuding Octel melalui PT SI menyuap Soroso.
Dalam berkas dakwaan, duit US$190 ribu yang diduga suap tersebut, disimpan dalam Bank UOB Singapura atas nama Suroso. Namun Asep membantah kliennya telah membuat rekening.
"Ada pemalsuan tanda tangan dalam form aplikasi permohonan pembukaan rekening pada bank UOB di Singapura yang dilakukan oleh M. Syakir (Direktur PT Soegih Interjaya)," katanya.
Asep mengacu pada Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Syakir yang telah diterimanya. Dalam BAP, Syakir menyebutkan telah memalsukan identitas Suroso dan kemudian meminta duit dari Soegih Arto alih-alih dari PT SI.
Atas argumen tersebut, Asep meminta majelis hakim untuk membatalkan dakwaan jaksa KPK dan menghentikan persidangan.
"Kami tim penasihat hukum mohon agar majelis menerima dan mengabulkan nota keberatan dari tim penasihat hukum terdakwa Suroso Atmomartoyo untuk seluruhnya," katanya.
Jaksa KPK mendakwa Suroso menerima duit dari Willy Duit digunakan sebagai pelicin Octel melalui PT SI menjadi pemasok Tetraethyl Lead (TEL) atau bensin bertimbal.
Padahal, kata jaksa, patut diduga duit tersebut diberikan agar Suroso tetap membeli bensin bertimbal pada 2004 dan 2005 melalui PT SI sebagai agen tunggal Octel. Duitpun disimpan dalam Bank Wealth Deposit Series atas nama Suroso pada Bank UOB Singapura dan telah menerima bunga senilai US$ 17,6 ribu.
(utd)