Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum memutuskan untuk mengajukan banding atau tidak atas vonis yang diberikan Hakim Pengadilan Tipikor Bandung kepada Gubernur nonaktif Riau, Annas Maamun. Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK Johan Budi Sapto Pribowo menjelaskan pihaknya masih mengkaji vonis tersebut.
"Kami akan pelajari dulu putusan hakim, baru nanti akan memutuskan banding juga atau tidak," ujar Johan kepada awak media di Jakarta, Kamis (25/6).
Meski demikian, KPK menyatakan tetap menghormati putusan hakim. Ia juga menyilakan Annas apabila akan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tinggi Jawa Barat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jika terdakwa (Annas Maamun) banding tentu menjadi hak yang bersangkutan," katanya.
Sebelumnya, Pengadilan Tipikor di Pengadilan Negeri Bandung menghukum Annas dengan pidana enam tahun bui dan denda Rp 200 juta. Annas dinilai terbukti menerima duit dari pengusaha sawit Gulat Medali Emas Manurung senilai US$166,1 ribu.
Vonis tersebut sedikit berbeda dengan tuntutan Jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang mengajukan hukuman enam tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 5 bulan kurungan.
Terjerumusnya Annas dalam kasus korupsi ini terkuak setelah Gulat yang merupakan Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia tersebut terbukti menukar duit suap dari US$ 166,100 ribu menjadi Sin$ 156 ribu pada 25 September 2014 silam. Setelah menukar duit, Gulat menyerahkan kepada Annas di kediamannya, Perumahan Citra Gran Blok RC Nomor 3, Cibubur, Jakarta Timur.
Duit berasal dari pinjaman oleh Bendahara Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrat Riau Edison Marudut Marsadauli sebesar US$ 125 ribu atau setara Rp 1,5 miliar. Sisanya, kurang lebih US$ 41,100 atau setara Rp 500 juta uang milik Gulat.
Duit panas tersebut digunakan untuk mengalih fungsi kawasan hutan "rakyat miskin" menjadi perkebunan sawit di daerah Kabupaten Kuantan Singingi seluas 1.188 hektare dan Bagan Sinembah di Kabupaten Rokan Hilir seluas 1.214 hektare milik Gulat. Kawasan hutan tersebut berstatus Hutan Tanaman Industri (HTI) dan ingin dialihkan menjadi Areal Penggunaan Lain (APL) agar dapat ditanami sawit.
Annas terbukti melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Sementara Gulat, Gulat terbukti melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis Gulat dengan hukuman tiga tahun penjara. Vonis dibacakan di Pengadilan Tipikor, Senin (23/2). Gulat dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi.
(meg)