Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir untuk memperpanjang moratorium peralihan status perguruan tinggi swasta (PTS) menjadi perguruan tinggi negeri (PTN).
Anggota Tim Komunikasi Presiden, Teten Masduki, mengatakan perpanjangan moratorium diperlukan karena tak hanya berpengaruh terhadap ruang fiskal, namun beberapa PTN yang baru beralih status pun dianggap masih bermasalah.
"Bahkan ada beberapa PTN baru yang masalah kepegawaiannya belum selesai meski statusnya sudah berubah sejak lima tahun lalu," ujar Teten dalam pernyataan tertulisnya, Senin (29/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjelaskan, beberapa masalah dalam proses pengalihan status PTS menjadi PTN selama ini lebih banyak menyangkut masalah keterbatasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pencatatan peralihan aset dari swasta ke pemerintah pusat dan sumber daya manusia, terkait status kepegawaian.
"Program penegerian PTS telah dimulai sejak tahun 2010 dan hingga saat ini sudah ada 29 PTN baru yang berasal dari swasta," kata Teten.
Sedangkan tujuan pengalihan status PTS menjadi PTN ini, kata Teten, selain dalam rangka meningkatkan akses dan pemerataan pendidikan tinggi di seluruh Indonesia, juga untuk meningkatkan mutu dan relevansi penelitian ilmiah, serta pengabdian kepada masyarakat untuk mendukung pembangunan nasional.
"Mengingat masih banyak masalah, Ditjen Dikti lantas memberlakukan moratorium perubahan status sejak 29 Juli 2013," ujar Teten.
Selain memperpanjang moratorium pengalihan status, Presiden Jokowi juga memerintahkan Menteri Nasir untuk mengidentifikasi kebutuhan daerah mengenai pendidikan tinggi yang diperlukan.
"Dari hasil identifikasi dan cek lapangan, Presiden akan memilih dan memutuskan mana PTS yang layak untuk diubah statusnya. Termasuk di antaranya adalah mempelajari masalah yang terjadi di Universitas Trisakti dan Universitas Pancasila," kata dia.
Sementara itu, Menteri Nasir mengungkapkan bahwa dirinya telah melakukan moratorium karena masih ada masalah di PTN yang baru beralih status. "Ada 36 PTN baru, itu yang tujuh adalah PTN baru, sedangkan 29 itu adalah PTS yang dinegerikan," ujar dia di Kantor Presiden, Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, setelah menghadiri ratas.
Nasir mengaku mendapati masalah banyaknya pegawai PTN baru yang tidak otomatis menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Ia pun mengusulkan agar pegawai tersebut menjadi pegawai tetap non-PNS. Kajian ini ditargetkan harus selesai dalam waktu dua minggu.
"Sesuai UU ASN (Aparatur Sipil Negara) sekarang kan dikenali hanya PNS dan P3K, pegawai kontrak honorer, kalau mereka honorer mereka protes, karena tidak bisa mengembangkan kariernya, tidak bisa menjadi Guru Besar dan sebagainya, itu yang mereka protes," kata dia.
Nasir memaparkan, perbedaan PTS dan PTN sebenarnya terletak pada masalah penganggarannya saja. "Pengelolaan saja yang sama, penganggarannya yang berbeda, Harus dikaji betul kualitas dari program studi universitas itu, mengembangkan ilmu pengetahuannya. Masalah kalau PTS itu kualitas rendah, masalahnya bisa keluarkan ijazah paslu," ujar dia.
Hasil moratorium ini, ucap Nasir, akan dilaporkan kepada Presiden Jokowi setelah Lebaran. Yang jelas, langkah ini diambil demi pemerataan pendidikan di daerah seperti Sulawesi, Kalimantan, Papua, dan Sumatra. Pemerintah pusat telah menganggarkan ke Kemenristekdikti sekitar Rp 41,5 triliun untuk mengelola 134 PTN dan untuk bantuan sekitar Rp 300 miliar untuk 300 PTS.
(meg)