Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Badan Pengawasan Mahkamah Agung Sunarto menjalani uji kelayakan dengan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat RI pada Selasa (30/6).
Sunarto merupakan salah satu calon hakim agung dari enam calon. Dalam uji kelayakan ini, anggota komisi III DPR RI melontarkan sejumlah pertanyaan. Beberapa isu yang ditanyakan menyangkut mafia peradilan, peradilan adat, dan kasus hakim yang menggunakan narkotika.
Terkait mafia peradilan, Sunarto tidak memungkiri fakta tersebut. Menurutnya, mafia peradilan akan ditemukan di manapun. Namun, kendalanya adalah sulit dibuktikan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sulit memberantasnya karena kejahatannya sudah terorganisasi," kata Sunarto.
Sunarto yang menulis makalah tentang hukum adat juga menggagas peradilan adat untuk mengurangi beban perkara di MA. Peradilan adat, kata Sunarto, akan lebih kompeten dan paham dalam menangani kasus terkait masyarakat adat.
Sementara, saat ditanya sikapnya terkait hakim yang terlibat narkotika, Sunarto menjawab pemberantasan narkotika di lingkungan hakim haruslah melibatkan semua pihak.
(Baca Juga: Hakim Pemutus Kasus Narkotik Mengaku Pemakai Sabu)"Kalau memang terdeteksi menggunakan narkotika, kami sarankan direhabilitasi dan mengundurkan diri. Kalau tidak diindahkan, makan akan diberhentikan," katanya.
(Lihat Juga: Ngaku Perjaka, Hakim Agung Terancam Diberhentikan)Selain Sunarto, ada lima orang calon hakim agung lainnya yang menjalani uji kelayakan di DPR. Kelima calon lainnya yaitu Hakim tinggi di Pengadilan Tinggi Surabaya Suhardjono, Hakim tinggi di Pengadilan Tinggi Bandung Wahidin, Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Tengah Maria Anna Samiyati, Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama Jambi Mukti Arto, serta Hakim tinggi di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya Yosran.
Senin (29/6) kemarin, Maria, Wahidin, dan Yosran telah menjalani uji kelayakan. Sementara Rabu (1/7) besok giliran Mukti dan Suhardjono yang akan menjalani uji kelayakan.
Sejauh ini, Wakil Ketua Komisi III Benny Kabur Harman berpendapat belum ada calon hakim agung yang memiliki sikap progresif. Ia berpendapat Komisi Yudisial seolah kesulitan mencari calon hakim agung yang tepat.
"Seolah-olah urusan hakim agung urusan hukum melulu. Tidak punya tautan dengan problem sosial dan politik yang saat ini dihadapi masyarakat Indonesia," katanya.
(utd)