Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum menyidik kurir suap izin tambang Kabupaten Tanah Laut sekaligus anggota Polsek Menteng Jakarta, Briptu Agung Krisdiyanto. Padahal, nama Agung disebut dalam surat dakwaan jaksa KPK untuk terdakwa penyuap, Manajer Marketing PT Mitra Maju Sukses Andrew Hidayat.
"Dalam dakwaan Andrew, memang ada peran Agung dalam peristiwa tersebut. Namun, tidak atau belum ada bukti kesalahan yang dapat membuatnya diminta pertanggungjawaban secara pidana," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha ketika dikonfirmasi CNN Indonesia, di Jakarta, Selasa (30/6).
Penyidik kini masih mengembangkan berkas perkara dan keterlibatan Agung. Agung bertugas di dekat rumah milik Andrew, kawasan Menteng, Jakarta Pusat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agung disebut telah menyerahkan duit suap dari Andrew kepada Eks Bupati Tanah Laut Adriansyah. Merujuk berkas dakwaan, pada hari Kamis tanggal 13 November 2014, Agung menyerahkan uang US$ 50 ribu di Lantai Atas Mall Taman Anggrek Jakarta. Penyerahan kedua dilaksanakan pada 20 November 2014 di Apartemen GP Plaza di daerah Slipi, Jakarta. Pada saat itu, Andrew disebut telah memerintahkan Agung menyerahkan duit senilai Rp 500 juta.
(Lihat Juga: Adriansyah Kembali Disidik KPK soal Korupsi Izin Tambang)Selanjutnya, pada tanggal 21 November 2014, Agung diduga membawa duit Rp 500 juta dalam dua buah goody bag dan diserahkan kepada Adriansyah di lorong lantai 19 Apartemen GP Plaza, Jakarta. Selain itu, pada tanggal 28 Januari 2015, Andrew lagi-lagi menyuruh Agung menjadi kurir duit suap senilai Rp 500 juta, di Restoran Shabu Tei Lantai 4 Mall Taman Anggrek, Jakarta.
Pemberian tersebut diduga merupakan duit terima kasih yang diberikan Andrew lantaran Andriansyah memuluskan sejumlah perizinan. Sekitar 2012, keduanya bertemu untuk melobi jual beli batu bara perusahaan rekan Andrew, PT Indoasia Cemerlang (PT IAC). Andrew menjelaskan PT IAC tengah bersengketa dengan PT Arutmin dan kepala desa terkait tak berfungsinya jalan angkut batu bara. Atas bantuan Adriansyah, sengketa tersebut tuntas melalui musyawarah para pihak.
(Lihat Juga: Penyuap Eks Bupati Tanah Laut Didakwa Beri Duit Pemulus Izin)Selanjutnya, Andrew juga membantu proses nego pengurusan izin usaha Operasi Produksi PT Dutadharma Utama (PT DDU) dan perizinanan surat eksportir terdaftar milik PT IAC dan PT DDU. Atas permintaan Andrew, Adriansyah menerbtkan izin usaha tanpa disertai studi kelayakan dan Analisis Menegenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Atas tindakan tersbut, Andrew dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jejak Kurir dalam Kasus KorupsiSederetan kurir perantara duit suap juga terseret dalam beragam kasus korupsi. Salah satunya yakni Abdul Rouf yang didakwa menjadi perantara suap gas alam Bangkalan. Perkara Rouf masih disidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
Rouf menyerahkan duit suap sebanyak Rp 600 juta tiap bulan selama September hingga Desember 2014. Duit berasal dari Direktur Human Resource Development PT Media Karya Sentosa Antonius Bambang Djatmiko untuk bekas Bupati Bangkalan Fuad Amin Imron.
Duit diakui Fuad sebagai balas jasa dari PT MKS kepada dirinya. Fuad saat menjadi bupati membantu PT MKS agar dapat membeli gas alam di Blok Poleng, Bangkalan, Madura.
Perantara lainnya yakni FX Yohan Yap dalam perkara suap ruislag hutan Bogor. FX Yohan Yap terbukti menyerahkan duit Rp 1,5 miliar untuk Bupati Bogor Rachmat Yasin melalui Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, HM Zairin. Yohan telah divonis 1,5 tahun penjara oleh pengadilan tingkat satu.
Duit suap berasal dari Presiden Direktur PT Bukit Jonggol Asri (PT BJA) Kwee Cahyadi Kumala. Duit untuk memuluskan kawasan hutan milik PT BJA yang tumpang tindih dengan dua perusahaan lain di kawasan Sentul, Bogor. Rencananya, tanah milik PT BJA akan digunakan untuk membangun kota mandiri.
Muhtar Efendi juga terbukti menjadi perantara dalam perkara suap sengketa Pilkada Palembang di Mahkamah Konstitusi. Pengusaha asal Kalimantan Barat ini membantu Walikota Palembang Romi Herton dan istrinya, Masyitoh, untuk memenangkan gugatan di MK.
Muhtar menjadi orang yang berhubungan dengan mantan Ketua MK Akil Mochtar. Ia mempengaruhi Romi dan Masyitoh untuk menyuap Akil miliaran rupiah. Alhasil, Romi memenangkan gugatan tersebut dan terpilih menjadi walikota. Muhtar divonis hukuman lima tahun penjara dan denda sebesar Rp 200 juta dengan subsidair tiga bulan penjara.
(utd)