Jakarta, CNN Indonesia -- Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan, institusinya tidak memahami permintaan kuasa hukum Wakil Ketua nonaktif KPK, Bambang Widjojanto, terkait pengajuan bukti rekaman kriminalisasi terhadap pimpinan antirasuah.
Pada sidang pengujian Pasal 32 ayat (1) huruf c dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, anggota Biro Hukum KPK Rasamala Aritonang mengatakan, pimpinan KPK tidak pernah memerintahkan penyidik untuk merekam hal-hal yang tidak berkaitan dengan pengusutan tindak pidana korupsi. (baca:
KPK Didesak Tunjukan Bukti Rekaman Upaya Kriminalisasi ke MK)
“Kami tidak mengerti bukti rekaman yang diminta pemohon. Sesuai pasal 12 (1) Undang-Undang KPK, kami hanya berwenang melakukan penyadapan terkait kasus pidana korupsi,” ujar Rasamala ketika sidang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (30/6).
Rasamala menuturkan, jika rekaman intimidasi terhadap pimpinan KPK itu benar-benar ada, percakapan itu pasti disadap atas perintah individu-individu tertentu dan tidak dilakukan KPK sebagai lembaga penegak hukum.
“Kalau ada perseorangan yang merekam apa yang sudah beredar di luar, itu tanggung jawab personal. Tidak ada perintah pimpinan untuk melakukan itu,” ucapnya.
Abdul Fickar Hadjar, kuasa hukum Bambang, menyesalkan kesaksian KPK sebagai pihak terkait dalam sidang ini. Ia menyebut KPK bermain kata-kata untuk menghindari fakta bahwa rekaman itu memang ada.
Abdul mengatakan, rekaman upaya kriminalisasi pimpinan itu merupakan fakta notoir atau fakta umum yang tidak perlu dibuktikan lagi. Alasannya, rekaman itu sudah diberitakan oleh media massa. “Artinya, fakta itu ada. Cuma, KPK tidak mau memberikannya,” tuturnya.
Abdul berkata, rekaman itu pernah dilaporkan para pimpinan KPK kepada Presidan Joko Widodo. Seorang pegawai KPK juga memberikan rekaman itu kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
“Yang memberikan itu ke Komnas HAM adalah orang KPK yang punya jabatan, yang tentu tidak akan berani melapor kalau tidak di-support lembaga,” ucap kuasa hukum Bambang lainnya, Asfina Wati.
Ketua majelis hakim Arief Hidayat menyatakan, sidang ini merupakan rangkaian terakhir dari persidangan perkara judicial review bernomor 40/PUU-XIII/2015 ini. Ia meminta para pihak untuk memberikan kesimpulan paling lambat tanggal 8 Juli mendatang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
(obs)