Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai menyidik kasus suap sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Morotai di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Hari ini ada pemerikasaan terhadap Kasiuanur Sidauruk panitera MK diperiksa sebagai saksi RS (Rusli Sibua)," ujar Kepala Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha saat jumpa pers di kantornya, Jakarta, Rabu (1/7).
Lebih lanjut, komisi antirasuah telah melayangkan panggilan pemeriksaan perdana kepada Rusli untuk menjalani penyidikan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (2/7). Priharsa belum dapat memastikan apakah Rusli akan segera ditahan usai menjalani pemeriksaan Kamis esok.
(Baca Juga: KPK Tetapkan Bupati Morotai Tersangka Suap Pilkada)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tergantung kewenangan penyidik, ada alasan objektif seperti hukuman di atas 5 tahun dan subyektif," katanya.
Priharsa mengatakan alasan subyektif seseorang ditahan yakni apabila ada indikasi mengulangi perbuatan, menyembunyikan bukti, dan mempengaruhi saksi. Sementara itu, pertimbangan lain adalah kebiasaan di KPK yang belum pernah membebaskan tahanan demi hukum.
Kasus Morotai merupakan pengembangan kasus suap yang diterima mantan Ketua MK Akil Mochtar. Dalam amar putusan, Akil terbukti menerima duit suap sebanyak Rp 2,98 miliar dari Rusli.
Saat Pilkada, Rusli dan pasangannya Weni R Paraisu, dinyatakan kalah oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Morotai. Sementara itu, rival Rusli, Arsad Sardan dan Demianus Ice ditetapkan sebagai pemenang yang sah.
Tak terima, Rusli mengajukan gugatan sengketa ke MK. Dalam gugatannya, Rusli didampingi Ketua nonaktif KPK Bambang Widjojanto sebagai kuasa hukum.
Saat mengadili gugatan sengketa Pilkada, Akil menjabat sebagai seorang majelis hakim. Disebut dalam putusan, penyetoran duit dilakukan sebanyak tiga kali dengan perantara yang berbeda.
Kemudian, majelis pun memutuskan untuk mengabulkan gugatan Rusli sekaligus memutuskan penetapan pemenang Pilkada Morotai oleh KPU tidak sah.
Atas tindak pidana tersebut, Rusli disangka melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara itu, Akil disebut beberapa kali menerima duit suap dair perkara lainnya seperti Pilkada Jawa Timur dan Pilkada Kabupaten Empat Lawang.
" Tergantung dari ekspose yang dilakukan bagian penindakan dan pimpinan kepala daerah mana saja nanti yang kemungkinan dapat ditingkatkan prosesnya," ujar Priharsa.
(utd)