Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad berkeras menyebut kasus-kasus yang menjeratnya adalah kriminalisasi. Dalam pemeriksaan Kamis ini (2/7), dugaan keyakinannya semakin kuat karena pertanyaan penyidik dia anggap tidak bermakna.
"Pertanyaan penyidik berulang-ulang. Pertanyaannya sama saja dengan pemeriksaan sebelumnya," kata Samad di Markas Besar Polri, Jakarta, seusai diperiksa oleh penyidik.
Diperiksa sejak sekitar 10.45 WIB tadi, Samad akhirnya meninggalkan Gedung Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) pada sekitar 13.00 WIB. Meski pemeriksaan dilaksanakan di Jakarta, dia mengaku diperiksa oleh Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan pemeriksaan seperti ini, akal sehat saya semakin yakin kalau ini adalah bentuk kriminalisasi. Tapi sebagai warga negara yang baik saya hanya bisa mengikuti pertanyaan-pertanyaan yang diajukan penyidik," ujarnya. (Baca:
Diperiksa Bareskrim, Samad Merasa Dikriminalisasi)
Kali ini dia diperiksa terkait kasus dugaan pemalsuan dokumen. Kasus ini sebenarnya dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri. Baru belakangan perkara kemudian dilimpahkan ke Polda Sulselbar yang kemudian menjadikannya tersangka.
Dalam kasus ini, Samad diduga membantu seorang perempuan asal Pontianak, Feriyani Lim, untuk memalsukan dokumen. Samad memasukan nama Feriyani ke dalam kartu keluarga miliknya. Berdasarkan kartu keluarga tersebut, dia membuat kartu tanda penduduk yang akhirnya digunakan untuk membuat paspor. (Baca:
Abraham Samad Kembali Diperiksa Kasus Pemalsuan Dokumen)
Selain kasus ini, Samad juga sudah berstatus tersangka dalam kasus penyalahgunaan wewenang. Dia disebut bertemu sejumlah petinggi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan untuk kepentingan politik.
Serentetan masalah hukum ini menjerat Samad tidak lama setelah institusinya menetapkan Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka dugaan gratifikasi. Status Budi yang saat itu menjabat sebagai Kepala Lembaga Pendidikan Polri akhirnya dicabut setelah gugatan praperadilannya dimenangkan hakim Sarpin Rizaldi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
(obs)