Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta panitera Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menyerahkan bukti risalah putusan sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan.
"Saya disuruh menyerahkan bukti-bukti risalah-risalah persidangannya dengan berkas putusannya," ujar panitera MK Kasianur Sidauruk usai diperiksa oleh tim penyidik di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (2/7).
Kasianur diperiksa sebagai saksi untuk kasus suap sengketa Pilkada di Kabupaten Empat Lawang. Ia membenarkan dirinya dipanggil untuk tersangka baru sekaligus Bupati Empat Lawang, Budi Antoni. Sebelumnya, Budi pernah diperiksa sedikitnya dua kali pada Agustus dan September 2014 lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama dua jam, Kasianur diminta keterangannya oleh tim penyidik komisi antirasuah terkait sidang sengketa. "Saya hanya (menjelaskan) sesuai dengan proses pemeriksaan di Mahkamah Konstitusi," katanya.
Merujuk risalah sengketa Nomor:71/PHPU.D-XI/2013 pada tanggal 31 Juli 2013, majelis hakim MK membatalkan Berita Acara Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Umum Bupati dan Wakil Bupati Empat Lawang yang memenangkan Joncik Muhammad dan Ali Halimi. Majelis hakim yang diketuai Akil Mochtar ini memutuskan pemenang yang sah adalah Budi Antoni Aljufri dan pasangannya, Syahril Hanafiah.
Namun dalam sidang tersebut, KPK berhasil menguak Akil selaku hakim menerima duit suap pemulus sidang dari Budi Antoni melalui perantara Muhtar Efendi senilai Rp 10 miliar dan US$ 500 ribu. Kasus tersebut telah terbukti pada peradilan tertinggi di Mahkamah Agung (MA).
Sementara itu, komisi antirasuah juga tengah mengembangkan dugaan suap di sengketa Pilkada Kabupaten Morotai, Maluku Utara. Kasus ini merupakan pengembangan dari kasus yang menjerat Akil.
Kasianur mengaku dirinya juga ditanya penyidik soal kasus tersebut. "Saya (diperiksa) untuk menambahkan keterangan kaitannya dengan Kabupaten Morotai. Saya diminta menyerahkan putusan (sengketa Pilkada Kabupaten Morotai) di MK," ujarnya.
Dalam amar putusan, Akil terbukti menerima duit suap sebanyak Rp 2,98 miliar dari Bupati Morotai sekaligus tersangka suap, Rusli Sibua.
Saat Pilkada, Rusli dan pasangannya Weni R Paraisu, dinyatakan kalah oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Morotai. Sementara itu, rival Rusli, Arsad Sardan dan Demianus Ice ditetapkan sebagai pemenang yang sah.
Tak terima, Rusli mengajukan gugatan sengketa ke MK. Saat mengadili gugatan sengketa Pilkada, Akil menjabat sebagai seorang majelis hakim. Disebut dalam putusan, penyetoran duit dilakukan sebanyak tiga kali dengan perantara yang berbeda.
Kemudian, majelis pun memutuskan untuk mengabulkan gugatan Rusli sekaligus memutuskan penetapan pemenang Pilkada Morotai oleh KPU tidak sah.
Atas tindak pidana tersebut, Rusli disangka melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
(hel)