Penyegelan Rumah Ibadah Masih Marak di Indonesia

Eky Wahyudi | CNN Indonesia
Sabtu, 04 Jul 2015 05:12 WIB
Penyegelan umumnya terkait tidak adanya izin membangun atau adanya aliran yang dianggap sesat.
Kantor Komnas HAM. (CNNIndonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Penyegelan rumah ibadah seperti masjid dan gereja masih marak terjadi di Indonesia. Hal ini berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terkait kasus kebebasan beragama dan berkeyakinan dalam periode April hingga Juni 2015.

Berdasarkan laporan triwulan Komnas HAM, penyegelan rumah ibadah terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Penyegelan masjid terjadi di Depok, Jakarta, NTT dan Denpasar. Sementara untuk penyegelan gereja terjadi di Aceh, Cianjur, Sumedang. (Baca juga: Pelanggaran HAM: Belajar Meminta Maaf dari Palu)

"Penyegelan rumah ibadah biasanya terkait tidak adanya izin membangun rumah ibadah atau adanya aliran yang dianggap sesat oleh warga setempat. Seharusnya pemerintah daerah membantu mereka untuk beribadah meskipun belum ada izin, saya yakin sebagian besar rumah ibadah di Indonesia banyak yang belum punya izin," kata Imdadun Rahmat, komisioner Komnas HAM pada Jumat (3/7).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Imdad mencontohkan kasus tujuh gereja di Cianjur yang disegel karena tidak mempunyai izin membangun rumah ibadah. Dalam kasus ini, Komnas HAM melakukan mediasi antara Pemerintah Kabupaten Cianjur dan pengurus tujuh gereja. (Baca juga: Kamis ke-396 dan Keadilan yang Hilang)

Dari mediasi tersebut disepakati terdapat satu gereja yang akan memiliki surat keterangan dari Dinas Tata Ruang, dua gereja akan segera diupayakan izin sementara rumah ibadah dan empat gereja yang berada di ruko akan diupayakan pengadaan tanah untuk membangun gedung bersama.

Selain penyegelan rumah ibadah, terdapat juga beberapa kasus mengenai penyesatan. Kasus penyesatan terjadi di Bireun, Tangerang dan Aceh Selatan. Satu kasus kriminalisasi terjadi terhadap warga syiah di Bogor. (Baca juga: Komnas HAM Tuntut Perluasan Wewenang)

Imdad mengatakan perlu adanya kerja sama dari pemerintah pusat dan daerah serta kekepolisian untuk mengatasi masalah ini.

Menurut Imdad, pemerintah daerah harus terbuka dan kooperatif jika terjadi masalah terkait kebebasan beragama dan berkeyakinan. Kepolisian juga diminta bertindak tegas dalam penegakan hukum untuk menjamin hak warga dalam berkeyakinan dan beragama terpenuhi. Sementara itu, Imdad mendesak DPR untuk bersama-sama dengan pemerintah memperkuat prinsip-prinsip HAM dalam penyusunan RUU Perlindungan Hak Atas Kebebasan Beragama.

Sebelumnya, Komnas HAM juga mendesak pemerintah mencabut Peraturan Bersama Dua Menteri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 soal Pendirian Rumah Ibadah. Materi dalam peraturan tersebut dinilai tak mendukung upaya menciptakan kebebasan beragama dan berkeyakinan.

Salah satunya adalah pasal yang menyebutkan perbandingan angka 60 dan 90. Jika jumlah pemohon pendirian rumah ibadah kurang dari 90 di desa atau kelurahan setempat, bisa dicarikan untuk menggenapi ke tingkat kecamatan, atau kabupaten kota. Untuk menyetujui pendirian rumah ibadah, sedikitnya harus mengumpulkan dukungan dari 60 orang. Ini dinilai Komnas HAM akan mamicu intoleransi. (hel)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER