Menteri Hanif: PP Jaminan Hari Tua Amanat UU yang Disusun DPR

Anggi Kusumadewi | CNN Indonesia
Senin, 06 Jul 2015 08:28 WIB
Hanif menjawab petisi online tolak aturan baru pencairan dana JHT dengan menuliskan responsnya langsung di change.org. Petisi itu didukung 105 ribu lebih orang.
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri dalam rapat dengan Komisi IX DPR RI. (ANTARA/Sigid Kurniawan)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri menjawab petisi online via change.org yang menolak aturan baru pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Hanif menuliskan responsnya langsung di change.org pada bagian ‘tanggapan pengambil keputusan.’

Menteri asal Partai Kebangkitan Bangsa itu membuka responsnya dengan ucapan terima kasih kepada publik atas segala masukan dan kritik mereka. Ia berjanji mencari solusi terbaik untuk meredam kegelisahan berbagai pihak meski, kata Hanif, “Tentu tidak akan sanggup memuaskan semua orang.”

Aturan baru pencairan dana Jaminan Hari Tua diprotes keras lantaran pekerja baru boleh mengambil mengambil saldo setelah 10 tahun bekerja, bukan lagi lima tahun masa kerja seperti di aturan lama. (Baca juga: Aturan Baru BPJS Ketenagakerjaan Perlu Masa Transisi)

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seperti yang telah ia jelaskan beberapa kali, Hanif menekankan pemerintah tak boleh melanggar hukum dalam menyusun kebijakan, termasuk dalam menyusun Peraturan Pemerintah soal Jaminan Hari Tua yang diteken Presiden pada Selasa pekan lalu (30/6).

“Aturan yang memerintahkan agar Jaminan Hari Tua baru dapat diambil setelah 10 tahun membayar iuran adalah amanat UU 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Pasal 37 ayat 3,” kata Hanif.

Undang-Undang SJSN, ujar Hanif, merupakan produk politik lembaga legislatif, yakni Dewan Perwakilan Rakyat periode lalu. “Jika Peraturan Pemerintah sepenuhnya disusun oleh jajaran lintas kementerian, maka UU merupakan produk politik legislatif di masa itu,” kata dia. (Baca: Dede Yusuf Siap Bertarung dengan Menteri Hanif soal Aturan BPJS)

“Sehingga frasa JHT ‘Dapat diberikan sebagian setelah kepesertaan mencapai minimal 10 tahun’ adalah sesuatu yang mengikat untuk kami (pemerintah) bunyikan di dalam PP dan dijalankan oleh BPJS Ketenagakerjaan pasca 1 Juli 2015,” ujar Hanif.

Meski demikian Hanif mengatakan paham dengan keberatan yang muncul akibat regulasi tersebut. “Sungguh sangat manusiawi rekan-rekan yang ingin mengambil tabungan JHT-nya untuk daftar sekolah anak, buka warung, modal usaha, biaya nikah, atau sekadar jadi tambahan menjelang lebaran untuk menyenangkan keluarga,” ujarnya.

Oleh sebab itu pemerintah sedang mencari titik tengah sebagai solusi. “Bagaimana mengerti kesulitan dan harapan rakyat, terutama yang bergaji pas-pasan, namun di saat yang sama tetap dalam rel hukum,” kata Hanif.

Ia menegaskan pemerintah mengeluarkan aturan baru Jaminan Hari Tua karena berupaya menjalankan hukum positif sekaligus menegakkan cita-cita pembangunan SJSN yang kuat, profesional, dan akuntabel sehingga mempercepat kesejahteraan rakyat dan menjamin perlindungan sosial bagi para pekerja.

Jaminan Hari Tua dari sudut pandang SJSN, ujar Hanif, memang bukan tabungan biasa, melainkan tabungan masa tua untuk perlindungan dan kesejahteraan di usia senja saat pekerja tak lagi produktif.

Namun saat ini, kata Hanif, pemerintah mendengarkan dengan sungguh-sungguh kritik yang muncul, bahwa “Ada keadaan-keadaan tertentu yang menjeda kita dari menerapkan Sistem Jaminan Sosial Nasional secara komprehensif, khususnya program Jaminan Hari Tua. Suatu keadaan yang ‘memaksa’ sebagian dari masyarakat kita untuk lebih berpikir tentang hari ini dan besok ketimbang memikirkan masa tua.”

Itulah sebabnya, ujar Hanif, Presiden merespons cepat keluhan masyarakat dan memerintahkan dia bersama Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan untuk memberikan pengecualian kepada para pekerja yang berhenti bekerja atau terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) agar dapat mencairkan dana JHT mereka sesegera mungkin tanpa harus menunggu masa kepesertaan 10 tahun. (Baca Jokowi: Revisi PP JHT karena Rakyat Masih Berpikir Pendek)

Itu pula sebabnya Peraturan Pemerintah tentang Jaminan Hari Tua akan direvisi. Menurut Hanif, proses revisi akan dilakukan dalam tiga kerangka, yakni menjalankan amanat UU SJSN, mendekatkan diri dengan filosofi dan tujuan program JHT, sekaligus mempertimbangkan aspirasi yang berkembang di masyarakat.

Respons Menteri Hanif via change.org tersebut langsung mendapat tanggapan balik dari masyarakat. Petisi online berjudul ‘Membatalkan kebijakan baru pencairan dana JHT minimal 10 tahun’ yang digalang Gilang Mahardhika asal Yogyakarta itu sendiri hingga pagi ini, Senin (6/7) telah mengantongi lebih dari 100 ribu dukungan, tepatnya 105.036. (agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER