Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi menghadirkan saksi fakta dalam sidang gugatan tingkat praperadilan yang diajukan oleh mantan Wali Kota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin, hari ini. Dalam lanjutan sidang kali ini Tim Biro Hukum KPK menghadirkan mantan Sekretaris Badan Pengawas Perusahaan Daerah Air Minum Makassar, Bastian Lubis.
Bastian dihadirkan untuk dimintai klarifikasi soal pemeriksaan dirinya sebagai saksi dugaan tindak pidana korupsi kerja sama rehabilitasi kelola dan transfer untuk instalasi PDAM tahun anggaran 2006 hingga 2012. Kerja sama kala itu melibatkan pemerintah kota Makassar dengan PT Traya Tirta.
Bastian mengaku pernah menjalani tiga kali pemeriksaan di tingkat penyelidikan dan beberapa kali pemeriksaan pada tahap penyidikan tahun 2014. Dia mengatakan penyidik KPK membutuhkan keterangan dan kesaksian soal kerja sama rehabilitasi kelola dan transfer untuk instalasi PDAM di Makassar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya bahkan menunjukkan sejumlah berkas dan dokumen mengenai kerja sama itu," ujar Bastian di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (6/7).
Kesaksian dari Bastian dibutuhkan lantaran KPK sebagai pihak termohon dipertanyakan oleh tim kuasa hukum yang dianggap telah menyalahi prosedur penetapan tersangka kembali. KPK dinilai telah menetapkan kembali Ilham jadi tersangka tanpa melalui tahapan pemeriksaan dan pengumpulan bukti baru.
Namun Bastian menegaskan tim penyidik KPK telah mengembalikan barang bukti setelah hakim praperadilan sebelumnya menyatakan penetapan tersangka terhadap Ilham tidak sah. Pada saat yang bersamaan, penyidik KPK juga menyita barang bukti sekaligus meminta alat bukti baru dari Bastian.
"Pada hari yang sama dan jam berbeda, barang bukti sitaan dikembalikan dan diambil kembali oleh penyidik. Hari itu juga saya dimintai untuk menjalani pemeriksaan," ujar Bastian.
Dia juga mengatakan sejak menjabat sebagai pengawas PDAM dirinya telah melihat kejanggalan di balik kerja sama PDAM yang diprakarsai Ilham. Menurut Bastian, kerja sama itu telah mendapat sorotan dari BPKP dan memiliki potensi kerugian negara dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan.
"Saya terima laporan potensi kerugian negara itu dari surat BPK," ujarnya.
Bastian bahkan, pada tahun 2007, pernah menerbitkan surat yang berisi empat pertimbangan terhadap kerja sama instalasi PDAM tersebut. Isi dari pertimbangan itu pada intinya menekankan agar kerja sama melibatkan jajaran direksi, dilakukan berdasarkan perundang-undangan, dilakukan secara terbuka, dan tidak menimbulkan kerugian keuangan.
Namun kerja sama itu terlanjur terlaksana. Bastian menyatakan kerja sama tidak mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Saat dikonfirmasi oleh Bastian, persetujuan itu hanya ditandatangani oleh Ketua DPRD. "Pada waktu itu tidak diplenokan," ujarnya.
Selain Ilham, dalam kasus ini KPK juga telah menetapkan Direktur Utama PT Traya Tirta Makassar, Hengki Wijaya, sebagai tersangka. Keduanya dengan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 juncto pasal 55 ayat ke (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juncto pasal 65 ayat 1 KUHPidana.
Berdasarkan taksiran sementara, kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 38,1 miliar. Modus tindak pidana korupsi yang mereka lakukan adalah penyelewengan kerjasama rehabilitasi kelola dan transfer untuk instalasi air antara PDAM dan Pemerintah Kota Makassar.
Berdasarkan laporan audit BPK disebutkan terdapat indikasi korupsi sebesar Rp 520 miliar akibat kerja sama PDAM Makassar bersama empat perusahaan swasta. Penilaian BPK terkait kerja sama PDAM Makassar dengan pihak ketiga yang terindikasi korupsi yang diserahkan ke KPK diantaranya harga dalam kontrak yang terlalu mahal dibanding kajian yang telah dilakukan sebelum kontrak.
(meg)