Saksi Ahli: KPK Berwenang Jerat Lagi Eks Wali Kota Makassar

Gilang Fauzi | CNN Indonesia
Senin, 06 Jul 2015 13:10 WIB
KPK kembali menghadiri sidang lanjutan gugatan penetapan tersangka eks Wali Kota Makassar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hari ini.
Kantor Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (30/3) kembali menjadi tempat berlangsungnya sidang praperadilan yang menggugat KPK. (CNN Indonesia/Ranny Virginia Utami)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menggelar sidang praperadilan gugatan yang diajukan oleh mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajudin. Dalam sidang lanjutan kali ini Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai pihak termohon diberi kesempatan untuk menyerahkan pemaparan bukti dan menghadirkan saksi ahli.

Pakar hukum Jamin Ginting dihadirkan sebagai saksi ahli oleh Tim Biro Hukum KPK. Di hadapan Hakim Ketua Amat Khusaeri, Jamin dimintai pandangan soal prosedur serta kewenangan KPK sebagai penegak hukum dalam menggelar penyidikan baru untuk perkara yang sempat dinyatakan tidak sah oleh hakim praperadilan.

Menurut Jamin, dasar utama seorang penyidik dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka harus terlebih dulu mengantongi sekurang-kurangnya dua alat bukti. Alat bukti dalam hal ini bisa dinilai secara kuantitatif dan kualitatif.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apabila hakim praperadilan mempersoalkan alat bukti secara kuantitatif, ujar Jamin, maka bisa ditafsirkan alat bukti yang dikantongi penyidik belum cukup. Dengan kata lain, penyidik bisa menambah alat bukti agar bisa memenuhi syarat kelengkapan dua aat bukti dalam penyidikan.

"Tapi kalau bicara soal kualitas alat bukti, hakim praperadilan tidak berwenang untuk menilainya. Kualitas alat bukti merupakan kewenangan hakim yang mengadili pokok perkaranya," ujar Jamin di ruang sidang PN Jaksel, Senin (6/7).

Pakar hukum dari Universitas Pelita Harapan itu menegaskan KPK berwenang menerbitkan kembali suray perintah penyidikan (Sprindik) untuk perkara yang sama dengan bermodal kelengkapan bukti baru. Penyidikan itu tetap berangkat dari penyelidikan yang sudah didalami sebelumnya.

"Praperadilan itu hanya menetapkan prosedur, bukan materi pokoknya. Jadi selama menyangkut materinya dijadikan dasar, tetap bisa dilakukan penyidikan lagi," kata Jamin.

Tim kuasa hukum Ilham sebelumnya menyatakan berkeberatan atas penetapan ulang tersangka yang dilakukn KPK terhadap kliennya. KPK dianggap tidak menghargai putusan praperadilan sebelumnya yang menyatakan penetapan tersangka Ilham tidak sah.

Alih-alih menghormati putusan praperadilan pada 12 Mei 2015, KPK malah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan baru untuk Ilham tertanggal 5 Juni 2015. "Keputusan termohon merupakan tindakan melawan hukum. Bukannya menghargai putusan hakim yang telah bersifat mengikat, termohon untuk kedua kalinya malah menerbitkan sprindik untuk perkara yang sama," ujar pengacara Ilham, Johnson Panjaitan saat membacakan permohonan gugatan.

Johnson menegaskan putusan hakim daam praperadilan sebelumnya (12/5) menyatakan tidak sah penetapan tersangka, menyatakan tidak sah penyitaan penggeledahan, menyatakan tidak sah pemblokiran rekening, dan memulihkan hak-hal pemohon. "Putusan itu belum dilaksanakan secara penuh oleh Pemohon," ujar Johnson.

Johnson menganggap KPK terlalu memaksakan diri untuk kembali menetapkan Ilham sebagai tersangka. Alih-alih menerbitkan Sprindik, kata Johnson, KPK sebetulnya bisa menempuh upaya hukum Peninjauan Kembali jika memang punya alat bukti baru atau novum untuk menjerat Ilham.

Ilham sebelumnya telah menggugat Komisi Pemberantasan Korupsi atas penetapan tersangka korupsi kerja sama rehabilitasi kelola dan transfer untuk instalasi PDAM tahun anggaran 2006 hingga 2012. PN Jaksel mengabulkan gugatan dengan alasan KPK tidak memiliki alat bukti yang cukup untuk menetapkan Ilham sebagai tersangka.

KPK lantas pada 5 Juni kembali menetapkan Ilham sebagai tersangka dengan menerbitkan surat perintah penyidikan (Sprindik) baru. Dia kembali disangka melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001.

Atas penetapan ulang tersebut, Ilham Arief kembali mengajukan praperadilan melawan KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Permohonan didaftarkan pada Selasa (16/6) dengan nomor perkara 55/PEN.PRAP/2015/PN.JKT.SEL. (rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER