Jakarta, CNN Indonesia -- Polemik soal rencana revisi Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi hingga kini ternyata belum menemui titik terang, meski Presiden Joko Widodo telah menyatakan enggan melakukan revisi.
Meski begitu, ternyata mantan penasehat KPK Abdullah Hehamahua memiliki pandangan yang sedikit berbeda. Dia menilai, harus ada nota kesepahaman antara badan eksekutif dan legislatif yang menyatakan bahwa pasal dalam UU KPK, tentang penyadapan dan penuntutan tidak akan diganggu.
"Sedangkan yang penguatan, penyelidik, penyidik, dan penuntut umum harjus ada pasal yang menjelaskan secara eksplisit bahwa KPK memiliki wewenang untuk mengangkat," kata Abdullah saat ditemui di kompleks DPR RI, Selasa (7/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karenanya, Abdullah menilai penuntut umum di KPK tidak harus berasal dari Polri ataupun Kejaksaan. Dia menegaskan penuntut umum bisa berasal dari mahasiswa, bahkan kalangan akademisi pun bisa.
"Sehingga tak ada lagi putusan praperadilan seperti kemarin yang mempersoalkan status penyidik," ujarnya.
Selain meminta adanya nota kesepahaman, Abdullah pun merasa bahwa revisi UU KPK belum perlu dilakukan. Menurutnya, sebaiknya yang direvisi lebih dulu adalah undang-undang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Meskipun ada aturan lex specialis dalam tubuh UU KPK, Abdullah beranggapan revisi KUHP dan KUHAP harus lebih dulu dibandingkan revisi UU KPK. "KUHP dan KUHAP adalah induk sistem hukum secara nasional," katanya.
"Untuk lex specialis, artinya adalah hal-hal yang bersifat khusus keluar dari jalur yang bersifat umum." Abdullah mencontohkannya dengan sistem penyadapan yang dalam KUHAP harus ada izin dari pengadilan.
Meski dalam KUHAP berkata seperti itu, nyatanya KPK memiliki pengecualian untuk menyadap tanpa harus minta izin terlebih dahulu. Sama juga seperti di penuntutan yang biasanya kejaksaan, yang menuntut di KPK, karena memiliki penuntut sendiri maka tidak perlu meminta kejaksaan.
"Itu biayanya murah," kata Abdullah.
(meg)