Diusir Warga, Jemaat Ahmadiyah Minta Difasilitasi Beribadah

Eky Wahyudi | CNN Indonesia
Jumat, 10 Jul 2015 16:51 WIB
Ahmadiyah Bukit Duri sudah ada sejak 1980-an. Dulu hubungan dengan warga harmonis. Mereka menggelar sunatan massal dan membuat dapur umum saat banjir.
Warga Bukit Duri, Jakarta Selatan, menghalangi jemaat Ahmadiyah masuk ke dalam rumah ibadah mereka, Jumat (10/7). (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Jemaat Ahmadiyah menuntut Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Selatan memfasilitasi mereka untuk beribadah, menyusul pengusiran oleh warga ketika mereka hendak salat di Masjid An-Nur, Tanjakan Batu, Bukit Duri, Jakarta Selatan, Jumat (10/7). (Baca: Jemaat Ahmadiyah Diusir Warga Bukit Duri)

Ketua Jemaat Ahmadiyah wilayah Bukit Duri, Aryudi Prastowo, mengatakan mereka toh bersedia untuk dipindahkan. "Kami mau dipindahkan tapi masih di sekitar Bukit Duri karena jemaat kami berada di sekitar situ," kata Aryudi di Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat.

Menurut Aryudi, Ahmadiyah Bukit Duri punya sejarah panjang. Mereka mengklaim sudah berada di wilayah itu sejak 1980-an. Aryudi mengatakan hubungan jemaat Ahmadiyah dan warga juga terjalin harmonis kala itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami pernah mengadakan sunatan massal pada tahun 1990, kemudian menyediakan dapur umum dan memberikan 1.000 nasi bungkus ketika terjadi banjir di Bukit Duri," kata Aryudi.

Namun keharmonisan tersebut berubah ketika terjadi penyerangan terhadap jemaat Ahmadiyah di Cikeusik, Kuningan, Jawa Barat, pada 2005. Sejak saat itu mulai muncul intimidasi dan diskriminasi dari warga.

Puncaknya pada Rabu (8/7), tempat ibadah mereka di Masjid An-Nur disegel oleh Pemkot Jaksel. Penyegelan, kata Aryudi, dilakukan tanpa pemberitahuan sehingga tak adil bagi jemaat. Hari ini pun jemaat Ahmadiyah dilarang beribadah oleh warga.

"Tidak ada pemberitahuan sehari sebelum penyegelan. Pada hari H sekitar 50 petugas Pemkot langsung datang menyegel. Padahal masjid ini menjadi kebutuhan ibadah Ahmadiyah. Rekening air dan listriknya juga sudah berstatus musala. Pemkot tidak adil pada kami," ujar Aryudi.

Mengenai penyegelan ini, Satrio Wirataru dari Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) menyayangkan hal tersebut. Menurutnya apa yang dilakukan Pemkot Jakarta Selatan merupakan tindakan represif.

"Seharusnya Pemkot Jakarta Selatan lebih mengedepankan tindakan preventif. Pemkot harus memfasilitasi warganya yang ingin menjalankan ibadah," kata Satrio.

Satrio juga meminta pemerintah meninjau kembali aturan mengenai kebebasan beragama. Pemerintah, kata dia, mestinya melihat perbedaan keyakinan sebagai fitrah, bukan justru masalah.

Petugas Pemkot Jakarta Selatan bersama Satpol PP menyegel rumah ibadah jemaat Ahmadiyah di Bukit Duri, Jakarta, Rabu, 8 Juni 2015. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Sebelum Masjid An-Nur disegel, Pemkot Jaksel mengeluarkan Surat Peringatan 1 berisi pernyataan bahwa bangunan itu tak sesuai fungsi tentang rumah ibadah dan menyalahi tata ruang. Menyusul SP1 itu, SP2 dikeluarkan pada 3 Juli, dan akhirnya bangunan disegel pada 8 Juli.

Padahal, ujar Juru Bicara Jamaah Ahmadiyah Indonesia Yendra Budiana, bangunan itu sudah digunakan untuk beribadah oleh jemaat Ahmadiyah sejak 1980-an. Oleh sebab itu, menurutnya, aneh jika penyegelan baru dilakuan saat ini, bukan dari dulu. (agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER