Sejarah Mudik, Batavia, dan Kereta Api

Helmi Firdaus | CNN Indonesia
Selasa, 14 Jul 2015 13:20 WIB
Mudik diyakini sudah dilakukan sejak akhir zaman kolonial Hindia Belanda. Teknologi kereta api membuat mudik makin lebih massif.
Pemudik berdesakan memasuki pintu masuk dibuka di Stasiun Kereta Api Senen, Jakarta, Kamis, 9 Juli 2015. Puncak arus mudik penumpang yang menggunakan kereta api di Stasiun Senen, Jakarta Pusat, diprediksi mulai H-5 hingga H-1. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Tidak ada catatan yang bisa memastikan kapan mudik Lebaran pertama kali dilakukan. Umumnya dari kita menerima mudik begitu saja sebagai sebuah peristiwa sosial yang dijalani banyak orang menjelang Lebaran.

Sejarawan dari UGM Djoko Suryo menyatakan fenomena mudik selalu berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi dan juga infrastruktur perhubungan di Indonesia. “Memang belum ada catatannya. Tapi saya kira fenomena mudik ini mulai ada di sekitar tahun 1920-an, sejak zaman kolonial, ” katanya saat berbincang dengan CNN Indonesia, Senin (13/7).

Mudik, lanjut Djoko, sedari awal, selalu menjadikan Batavia atau Jakarta sebagai pusat ceritanya. Mudik sudah mulai dilakukan oleh orang-orang semenjak Batavia menjadi kota paling besar di zaman kolonial dan kini berubah menjadi Jakarta dan tetap menjadi kota terbesar di Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Djoko menyebutkan, saat kolonial, orang-orang sudah melakukan urbanisasi ke kota dan Batavia adalah salah satu tujuan utamanya. Di kota ini, sebagai kota yang mulai tumbuh, membutuhkan banyak pekerja apakah untuk sektor formal dan informal. Kebutuhan akan pekerja ini menarik banyak orang dari daerah sekitarnya.

Pertumbuhan kota yang luar biasa, sebagaimana disebutkan oleh J.S Furnivall dalam bukunya ‘Hindia Belanda: Studi tentang Ekonomi Majemuk’, disebabkan oleh beberapa hal. Batavia yang berada di daerah pantai atau pelabuhan menjadi melting pot berbagai macam suku dan juga budayanya.

Sejak akhir abad ke-17, penduduk Batavia setidaknya terbagi menjadi Belanda atau Eropa, Indo, China, Hadramaut atau Arab, Jawa, Melayu, Bali. Sementara orang Betawi yang disebut sebagai orang asli Batavia atau Jakarta diyakini sebagai keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa. Komposisi penduduk Batavia relatif tidak mengalami perubahan hingga sekarang.

Sebagai kota pelabuhan, Batavia menjadi pusat bisnis. Hampir semua barang dan komoditas diperdagangkan di kota ini. Barang-barang dan komoditas itu tidak hanya didatangkan dari daerah-daerah lain yang ada di Nusantara waktu itu. Beberapa barang juga didatangkan dari luar negeri. Perdagangan selalu berarti uang, dan pekerjaan. Tak salah jika semua ingin menjadi bagian dari Batavia.

Batavia sebut Furnivall menjadi pusat pemerintahan kolonial. Pemerintah kolonial waktu itu tidak mungkin mengisi seluruh bagian aparaturnya dengan orang-orang Belanda. Hanya pos-pos penting yang diberikan pada orang-orang Belanda, sisanya diberikan oleh kelompok Eropa atau Indo. Sisanya diberikan kepada orang-orang pribumi atau Jawa. Makanya, untuk menopang itu, sekolah-sekolah juga mulai didirikan di Batavia. Alasan utamanya untuk memenuhi kebutuhan para aparat pemerintahannya.

Orang-orang China, sedari awal tidak pernah dilibatkan dalam pemerintahan. Mereka selalu menjadi aktor-aktor utama dalam bidang ekonomi. Furnivall menyatakan salah satu sebab mengapa orang-orang China bertumpuk di bidang ekonomi karena pemerintah kolonial tidak pernah memasukkan mereka dalam pemerintahan.

“Saat akhir zaman kolonial, ketika Batavia sudah makin besar, banyak orang pergi ke sana. Nah saat Lebaran, para kaum urban ini kemudian ingin pulang ke kampung halamannya untuk melepas rindu dan silaturahmi dengan keluarga. Saya kira ini menjadi awal ritual mudik Lebaran di Indonesia,” tutur Djoko.

Kata mudik sendiri, ungkap Djoko adalah sebuah kata yang dekat dengan Betawi, orang yang disebut sebagai penduduk asli Batavia. Mudik berasal dari kata udik yang berarti kampung. Mudik lalu berarti aktivitas orang-orang yang tinggal di Batavia untuk pulang ke kampungnya masing-masing. Mudik ini menjadi petunjuk jelas bahwa Batavia, sebut Djoko adalah pusat atau center, sementara yang daerah lainnya yang disebut udik itu adalah pinggiran.

‘Ya sejak awal mudik selalu pusatnya adalah di Batavia, kini Jakarta. Saya kira itu tidak banyak berubah sampai sekarang. Orang-orang mudik itu ya biasanya mereka yang tinggal di Jakarta yang pulang kampung saat Lebaran. Sebutan itu jadi kurang cocok untuk orang yang tinggal di kota lain selain Jakarta,” tutur Djoko.

Dampak Kereta Api

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER