Jakarta, CNN Indonesia -- Bekas Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta sekaligus terdakwa kasus korupsi pengadaan bus TransJakarta Udar Pristono menyatakan siap membuktikan bahwa sumber harta miliknya yang terancam disita bersumber dari warisan orang tua serta mertua.
Hal itu ia sampaikan usai menjalani sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin (13/7). Dalam sidang yang berlangsung selama sekitar 2,5 jam tersebut, Udar dituntut 19 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidiar enam bulan kurungan.
"Saya sudah sampaikan berkali-kali, namun tidak pernah ditulis di Berita Acara Persidangan (BAP). Penegak hukum hanya melihat tabungan saya lalu menyimpulkan bahwa ini hasil gratifikasi," kata Udar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Udar membantah harta yang dia miliki merupakan hasil gratifikasi karena jabatan. Sejumlah aset Udar memang terancam disita negara, yaitu terdiri dari uang senilai Rp 897 juta dalam bentuk cek, dua unit apartemen, dua unit rumah, empat kamar kondotel, tiga unit kondotel, dan dua kios.
Menurut Udar, harta yang bersumber dari warisan tersebut dia dapatkan sekitar tahun 1984. Beberapa aset itu kemudian ada yang dijual tahun 1998 Kala itu, nilai asetnya senilai Rp 3,4 miliar.
"Waktu itu harga apartemen sekitar Rp 200 juta hingga Rp 300 juta. Saya belikan 10-11 apartemen. Jadi itu (harta yang terancam disita) merupakan peninggalan orang tua, bukan gratifikasi," katanya.
Belasan apartemen tersebut dia jual lagi beberapa tahun kemudian hingga terkumpul harta senilai Rp 11,7 miliar. "Saya jual karena saya mau beli kondotel itu. Jadi saya jual aset lama untuk beli aset baru," tutur Udar.
Udar juga menjelaskan, dua tempat yang kerap dia tempati hingga kini yaitu di tempat tinggal yang terletak di Cempaka Putih dan Liga Mas Jakarta, sekaligus menjadi kontrakan dan indekos.
"Sekarang aset yang di Cempaka Putih nilainya sekitar Rp 4,9 miliar, sedangkan di Liga Mas senilai Rp 3,8 miliar. Semua warisan. Apakah ini patut dirampas?" ucapnya.
Ia menyatakan, tahun 1990-an, dia masih menjabat sebagai kepala seksi sehingga minim peluang untuk mendapatkan gratifikasi. Selain berasal dari warisan orangtua dan mertua, Udar mengaku bahwa harta yang dia miliki juga berasal dari pendapatan proyek saat menjabat sebagai kepala dinas perhubungan, usaha sewa apartemen, serta hasil menyewakan ruko di Pusat Grosir Cililitan (PGC), Jakarta Timur.
"Perlu diketahui, bahwa nilai proyek saat saya menjabat kepala dinas perhubungan pada 2013 adalah senilai Rp 1,8 triliun, Dari proyek itu, saya juga mendapatkan honor terkait peran saya dalam perencanaan dan pengawasan," katanya.
Karenanya, Udar menyatakan akan membawa segala bukti berupa akta jual beli dan akta waris semua aset tersebut pada sidang pembacaan pledoi 29 Juli 2015. "Kok bisa jaksa menuduh harta saya gratifikasi? Buktinya apa? Saya akan buktikan pada sidang selanjutnya bahwa itu tidak benar," ujar Udar.
Udar didakwa korupsi duit proyek pengadaan TransJakarta tahun anggaran 2012 dan 2013 mencapai Rp 63,8 miliar. Pada proyek tahun 2012 tersebut, total keseluruhan kerugian negara yakni Rp 9,5 miliar.
Atas tindak pidana tersebut, Udar didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
(rdk)