Jakarta, CNN Indonesia -- Markas Besar Polri menduga ada informasi yang tidak tuntas tersampaikan sehingga kepolisian setempat gagal mengantisipasi insiden penyerangan dan pembakaran bangunan di Tolikara, Papua, Idul Fitri lalu (17/7).
Hal tersebut disampaikan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Brigadir Jenderal Agus Rianto kepada CNN Indonesia, Senin (20/7). Dia menjelaskan, putusnya rantai komunikasi bisa saja terjadi di lapangan sehingga antisipasi tidak maksimal.
"Kadang kalau kita sudah berbicara dengan pimpinan atau orang yang berkompeten kita anggap sudah selesai. Mungkin di sini informasinya belum tuntas," kata Agus.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karena itu, kata dia, Polri juga saat ini mendalami dugaan tersebut untuk menemukan akar masalah yang terjadi di kepolisian setempat. "Mungkin belum tuntas, sehingga kami akan telusuri ini," ujarnya.
Agus menampik telah terjadi kegagalan intelijen dibalik terjadinya insiden ini. Dia mengatakan, Polri telah mengetahui potensi kerusuhan sejak adanya surat edaran Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) terkait kegiatan keagamaan umat Islam di wilayah tersebut.
"Tidak (ada kegagalan intelijen). Makanya Kapolres ada di situ. Petugas juga ada di situ. Kami sudah mengkomunikasikan," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta Pane justru mengatakan insiden ini adalah buah dari kegagalan intelijen.
"Pola kerja intelijen dan sinergi kinerja antara Intelkam (Intelijen dan Keamanan) Polri dan BIN (Badan Intelijen Nasional), terutama di Papua, patut dievaluasi. Tujuannya agar intelijen tidak kecolongan dan kedodoran lagi dalam melakukan deteksi dan antisipasi dini di daerah-daerah rawan," kata Neta.
"Dengan adanya kerusuhan di Tolikara ini sudah sepantasnya Kapolri mengevaluasi kinerja Kapolda, Wakapolda, dan Intelkam Papua. Kecerobohan dan sikap teledor yang mereka lakukan membuat hubungan umat beragama menjadi tegang," ujarnya.
Pada Jumat (17/7), terjadi serangan terhadap jemaah yang hendak melaksakan salat Idul Fitri di Tolikara, Papua. Penyerangan membuat jemaah Salat Id bubar. Penyerang kemudian membakar beberapa bangunan rumah dan kios yang ada.
Presiden Sinode Gereja Injili di Indonesia (GIDI) Dorman Wandikmbo menampik dugaan bahwa pihaknya melarang umat Islam beribadah di kala itu.
Dalam siaran pers yang terima CNN Indonesia, Dorman menjelaskan bahwa pihaknya hanya mengingatkan umat Islam di Tolikara untuk mematuhi surat pemberitahuan yang telah dilayangkan gereja dua minggu sebelum kegiatan dilangsungkan, yakni tidak menggunakan pengeras suara.
Alasannya, lokasi Salat Id hanya berjarak sekitar 250 meter dari tempat dilangsungkannya sebuah seminar internasional yang dihadiri oleh pemuda dari Nias, Sumatera Utara, Papua Barat, Kalimantan (Dayak), Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan diperkirakan mencapai dua ribu orang pemuda GIDI.
Informasi tersebut, kata Dorman, telah diberitahukan dua minggu sebelum Idul Fitri. Namun, ia menilai sosialisasi terkait pengumuman tersebut oleh aparat keamanan kepada warga Muslim sangat minim.
(pit)