Warga Tolikara: Tak Pernah Ada Keributan Muslim-Nasrani

Hafizd Mukti | CNN Indonesia
Jumat, 24 Jul 2015 05:15 WIB
"Saya Towolon, 50 tahun. Saya pastikan Tolikara aman dan damai, karena sejak dulu Muslim dan Nasrasi selalu berteman di Tolikara."
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa (kedua kanan) bersama Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak Yohana Yembise (kedua kiri) berkunjung ke lokasi peristiwa penyerangan sekelompok massa beberapa waktu yang lalu di Distrik Karubaka, Tolikara, Papua, Selasa (21/7). Mensos memberi bantuan sebesar Rp221.262.400 kepada korban penyerangan serta bantuan sebesar Rp15.000.000 untuk korban meninggal dunia. (Antara Foto/HO/Trisnadi)
Jakarta, CNN Indonesia -- "Tidak pernah ada insiden agama, tapi kerusuhan pemuda. Tolikara tidak pernah ada kerusuhan berbau agama, desa saya aman. Bahkan setiap lebaran, kami ikut merayakan," kata Z Towolon, penduduk asli Tolikara, Papua, kepada CNN Indonesia, Kamis (23/7)

Towolom yang genap berusia 50 tahun di 2015 ini adalah seorang asli Papua dari Kabupaten Tolikara. Ia mengatahui detail perkara saat terjadinya insiden yang merenggut satu jiwa, saat itu, saat Jumat (17/7) pagi, saat umat muslim Tolikara bersiap beribadah Ied.

Itu adalah kerusuhan pertama dalam sejarah, sejak Tolikara berdiri menjadi sebuah kabupaten. Bahkan tidak pernah ada isu agama dalam kerusuhan yang memang kerap terjadi, walau dalam skala kecil.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Masyarakat Indonesia, jangan berpikir di sini tidak damai. Kami Nasrani dan Muslim tidak pernah berantem, kami saling bantu. Jangan lagi banyak berita tidak jelas," katanya.

Di hari kejadian, Towolom menjelaskan, para pemuda mendatangi tempat ibadah muslim untuk berdiskusi, karena akan ada perayaan dari Gereja dalam skala besar, sehingga para pemuda tersebut meminta agar kawan-kawan muslim melaksanakan solat Ied di dalam masjid.

"Karena itu pemuda semua, kan berbeda pemuda dan kami yang tua. Semakin lama-semakin banyak, lalu disitu ada koramil, dan tiba-tiba ada suara tembakan," ungkap Towolom yang telah menjadi pengurus GIDI atau disebut 'Hamba Tuhan' di Gereja sejak kecil.

Mobilisasi benar adanya karena adanya surat edaran dari GIDI, meski kemudian belakangan surat itu tidak resmi karena tidak ditandatangani oleh Presiden GIDI.

Malang yang didapat, kesimpangsiuran itu membuat suasana berjalan lain. Namun, Towolon menegaskan berulang kali, bahwa kerusuhan bukanlah diakibatkan isu keagamaan, tapi murni keributan dan insiden akibat sulutan emosi pemuda.

Dua Tersangka Bukan Jamaah GIDI

Towolon melanjutkan, sekaligus membenarkan ada dua tersangka yang telah ditangkap yaitu HK dan JW, adalah dua orang pemuda yang disangka menjadi penyulut kerusuhan alias provokator. Namun, ia menegaskan, jika dua tersangka itu bukan berasal dari Jemaah GIDI.

"Saya belum tahu pastinya siapa, tapi itu pemuda, bukan jemaah GIDI. Jadi tidak pernah ada itu Muslim-Nasrani bermusuhan dalam sejarah Tolikara. Ini kerusuhan pemuda."

Terkait pembakaran masjid yang menjadi isu sentral kerusuhan ini tidak pernah terjadi secara sengaja. Pembakaran kios adalah awal mula dikarenakan adanya rentetan senjata dari petugas, yang membuat pemuda masuk ke dalam kios-kios untuk berlindung.

"Dari situlah kemudian para pemuda membakar kios dari dalam karena menghindar dari tembakan, bukan membakar masjid. Kami bisa pastikan itu, mungkin itu merembet, ternyata di belakangnya ada musola"

Ia pun senang, jika memang dua tersangka provokator itu telah ditangkap, dan meminta negara memberikan hukum setimpal jika terbukti bersalah. Towolon adalah warga asli Tolikara, ia tidak sependapat jika desanya dianggap tidak bisa menerima keberagaman dan sering terjadi kerusuhan.

"Saya Towolon, 50 tahun, saya pastikan Tolikara aman, karena sejak dulu Muslim dan Nasrani selalu berteman di Tolikara." (pit/pit)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER