Jabatan Ketua Umum NU Bisa Dicopot Jika Main Politik Uang

Abraham Utama | CNN Indonesia
Jumat, 31 Jul 2015 07:36 WIB
"Kalau ada saksi yang menyaksikan atau alat bukti, jabatan Ketua Umum bisa dianulis," kata Ketua SC Muktamar ke-33 PBNU, Imam Azin.
Said Aqil Siradj Ketua PBNU (kiri) berziarah di makam Gus Dur di sela-sela meninjau persiapan Muktamar ke-33 NU di Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, Senin (13/7). (AntaraFoto/ Syaiful Arif)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Steering Committe Muktamar ke-33 Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Imam Azin, mengatakan jabatan ketua umum di lembaganya dapat dianulir apabila si pemegang jabatan terbukti menggunakan politik uang pada proses pemilihan sebelumnya.

Meski demikian, Imam berkata hal tersebut baru dapat terlaksana jika melalui proses pembuktian, saksi dan alat bukti membenarkan berbagai tudingan penggunaan politik uang.

"Kalau ada saksi yang menyaksikan atau alat bukti, jabatannya dapat dianulir," ujarnya kepada CNN Indonesia melalui sambungan telepon, Kamis (30/7) malam. (Lihat Juga: Muktamar NU Bahas Hukum Pemakzulan Pemimpin)

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Imam mengatakan, kewenangan untuk menganulir jabatan ketua umum berada pada Rais Aam atau Ketua Dewan Syuro. Ia berkata untuk mencari kebenaran atas tuduhan politik uang, Rais Aam akan membentuk tim investigasi khusus.

Jelang pembukaan muktamar di Jombang, Sabtu (1/8) mendatang, isu politik uang didengungkan pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Solahuddin Wahid alias Gus Solah. (Lihat Juga: Muktamar NU Angkat Tema Tentang Islam Nusantara)

Putra Ais Aam pertama PBNU Mohammad Hasyim Asy'ari ini menuding pemilihan ketua umum PBNU pada muktamar ke-32 di Makassar pada 2010 silam tidak bersih dari permainan uang.

Tak Boleh Aktif Politik

Imam menegaskan siapapun yang terpilih menjadi Rais Aam dan ketua umum organisasinya akan dilarang aktif dalam kegiatan politik praktis. Imam berkata hal itu telah diatur pada Anggaran Dasar dan Aturan Rumah Tangga PBNU.

Begitu pula dengan para calon ketua umum yang akan berkompetisi pada muktamar kali ini.

"Calon ketua umum dan Rais Aam yang memegang jabatan publik tertentu harus mengundurkan diri terlebih dulu," ujar Imam.

Berdasarkan pasal 51 angka 4 pada Aturan Rumah Tangga PBNU mengatur, Rais Aam, ketua umum dan para wakil mereka tidak diperkenankan mencalonkan dan dicalonkan pada jabatan politik. Jabatan yang dimaksud aturan itu adalah presiden dan wakil presiden, menteri, kepala daerah maupun anggota legislatif. (Baca Juga: PBNU: Islam di Indonesia Kuat Tanpa Senjata)

Imam mengatakan, PBNU tidak lagi dapat berjalan beriringan dengan aktivitas politik. Meski demikian, organisasi kemasyarakatan ini tetap akan memberikan sumbangsih nyata bagi kehidupan bernegara. (utd)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER