Jakarta, CNN Indonesia -- Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta belum pasti mengajukan peninjauan kembali (PK) terhadap keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menganulir status tersangka Dahlan Iskan. Dahlan terbebas dari status tersangka setelah PN Jakarta Selatan menerima gugatan sidang praperadilannya pada Selasa (4/8) ini.
Saat ditemui setelah sidang berlangsung, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Jakarta Waluyo mengatakan bahwa lembaganya akan terus mengusut kasus korupsi pada proyek pembangunan 21 gardu induk listrik di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Pengusutan akan dilakukan walaupun Dahlan tidak lagi menjadi tersangka saat ini.
"Kita akan meneliti putusan praperadilan. Kejaksaan tidak akan mundur selangkah pun dalam perkara ini. Kita akan memperbaiki apa yang dianggap salah oleh majelis hakim," kata Waluyo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pembicaraan mengenai PK terhadap putusan PN Jakarta Selatan akan dibahas oleh Kejati Jakarta dalam waktu dekat. Waluyo juga menilai putusan sidang praperadilan bukanlah akhir dari seluruh proses hukum yang sedang berjalan.
BACA FOKUS:
Gardu Induk Setrum Dahlan
Sebelumnya, hakim praperadilan di PN Jakarta Selatan menilai, Kejati DKI Jakarta lalai karena menetapkan tersangka tanpa terlebih dahulu memeriksa dan disertai alat bukti yang cukup.
"Permohonan pemohon diterima seluruhnya. Penetapan tersangka pemohon yang dikeluarkan termohon tidak sah dan tidak berkekuatan hukum," kata hakim tunggal Lendriaty Janis di ruang sidang utama PN Jakarta Selatan.
Menurut Lendriaty, tak adanya saksi dan bukti yang cukup dari Kejati DKI Jakarta sebagai termohon saat menetapkan Dahlan sebagai tersangka bertentangan dengan Pasal 1 Ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Oleh karena itu, hakim berpendapat penetapan tersangka cenderung bersikap subjektif karena tidak didahului dengan pengumpulan barang bukti dan saksi yang cukup. Surat perintah penyidikan yang telah dikeluarkan Kejati DKI Jakarta untuk menyidik Dahlan juga dinyatakan tidak sah.
Dalam kasus yang dituduhkan kepadanya, Dahlan disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Dalam pasal tersebut, Dahlan dinilai telah memperkaya diri sendiri, melawan hukum, dan merugikan negara.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) DKI Jakarta mencatat total kerugian negara akibat kasus ini sebesar Rp 33,2 miliar. Sampai sekarang, telah ada 15 tersangka yang ditetapkan oleh Kejati DKI Jakarta dalam kasus tersebut.
(hel)