Jakarta, CNN Indonesia -- Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto mengungkapkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta pejabat Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan bertemu untuk melakukan dialog. Hal ini terkait pandangan MUI yang menilai bahwa jaminan sosial tersebut tidak berbasis syariah.
"(Presiden) memerintahkan kedua pejabat untuk segera melakukan dialog," ujar Andi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (31/7).
Andi mengatakan, Presiden meminta keduanya melaksanakan perintahnya sesegera mungkin agar perdebatan soal jaminan sosial kesehatan ini tak berlarut-larut dan menimbulkan polemik. "Sesegera mungkin. MUI minta dialognya minggu depan. Jadi kami tunggu dialog ketiga pihak," kata dia. (Baca juga:
MUI Perbolehkan BPJS Dalam Kondisi Darurat)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ahli kajian strategis itu menjelaskan, Menteri Kesehatan Nila Moeloek dan Kepala BPJS Kesehatan Fachmi Idris akan melaporkan hasil pertemuan dengan pejabat MUI segera setelah dialog dilakukan.
"Akan mencari titik temu di mana poin-poin yang diungkap dalam kajian MUI akan disampaikan dan dipelajari, apakah memang harus ada modifikasi atau memang sudah cukup sistem itu," ujar dia. (Baca juga:
BPJS Kesehatan: Secara Prinsip Kami Sudah Syariah)
Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyatakan pemerintah akan mempelajari seluruh hal terkait eksistensi dan penyelenggaraan BPJS Kesehatan yang dinilai Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak berbasis syariah. JK mempertanyakan pernyataan MUI yang menyebut pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dianggap tak islami.
"Saya belum baca, tapi saya pikir perlu kita pelajari baik-baik karena itu membantu rakyat. Apanya yang tidak sesuai syari?" ujar JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta Pusat, Rabu (29/7).
Terkait denda 2 persen yang harus dibayarkan ketika peserta BPJS Kesehatan terlambat membayar yang dinilai haram oleh MUI, JK menuturkan, hal tersebut selalu ada di setiap peraturan negara. "Jika Anda telat bayar pajak juga dikenakan denda," kata JK.
Oleh karena itu, JK berencana mempelajari masalah yang dipersoalkan MUI dan akan mendiskusikan masalah tersebut dengan para ulama. JK menyadari akan banyak perbedaan pendapat dalam hal ini.
"Tentu di sini banyak perbedaan pendapat. Kadang-kadang dalam bank syariah juga begitu, kalau telat sesuatu juga ada sanksinya. Tergantung nanti kita perbaiki sanksinya, bukan denda, apa itu administrasi," ujar dia.
Diketahui, forum Ulama Komisi Fatwa MUI seluruh Indonesia menerbitkan keputusan yang salah satu di antaranya adalah BPJS Kesehatan tidak sesuai syariah. Hal itu dibenarkan oleh Wakil Ketua Dewan Pengurus Harian Dewan Syariah Nasional MUI Jaih Mubarok. (Baca juga:
MUI Enggan Disebut Menghancurkan BPJS Lewat Fatwanya)
Jaih mengungkapkan setidaknya tiga hal yang menjadi dasar BPJS Kesehatan tak sesuai syariah. Pertama adalah tidak adanya landasan hukum yang jelas dari BPJS.
Selain itu, dana yang terkumpul di BPJS tidak jelas akan menjadi milik siapa saat sudah masuk ke kas BPJS. Ketiga adalah penyaluran dana BPJS tidak jelas ke mana. Muncul kemungkinan jika dana tersebut akan disalurkan ke sesuatu yang bertentangan dengan syariah.
BACA FOKUS:
Tafsir MUI Ihwal BPJS Kesehatan (hel)